• Tentang UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • WebMail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Fisipol
    • Sambutan Dekan
    • Visi dan Misi
    • Struktur Fakultas
    • Sejarah
    • Departemen
      • Departemen Ilmu Hubungan Internasional
      • Departemen Ilmu Komunikasi
      • Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik
      • Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
      • Departemen Politik dan Pemerintahan
      • Departemen Sosiologi
    • Keterlibatan Internasional
    • Inovasi 4.0
    • Merchandise
      • Katalog Merchandise
      • Hubungi Kami
  • Akademik
    • Program
      • Sarjana (S1)
      • Magister (S2)
      • Doktoral (S3)
      • Immersion
      • International Undergraduate Program (IUP)
    • Sistem Penerimaan
      • Mahasiswa S1
      • Mahasiswa S2
      • Mahasiswa S3
      • Mahasiswa IUP
      • International Students
    • Akademik
      • Kalender
      • Penerimaan
  • Riset dan Publikasi
    • Direktori
    • Unit Riset dan Publikasi
  • Pendukung
    • Unit Pendukung
    • Materi Publikasi
    • Fasilitas
  • Informasi Publik
  • Beranda
  • Berita
  • Sabdaraja

Sabdaraja

  • Berita, PUB
  • 7 Mei 2015, 03.05
  • Oleh: fisipol
  • 0

Ditulis oleh Bayu Dardias

Dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan 

Fisipol UGM

Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan dua kali Sabdaraja dalam selisih lima hari. Sabdaraja pertama menyingkirkan rintangan kultural yang menghambat GKR Pembayun menjadi Putri Mahkota. Sabdaraja kedua menegaskan perubahan nama GKR Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Menilik gelar Putra Mahkota yang umumnya bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Hanom Amengku Negara Sudibaya Raja Putra Narendra Mataram, pesan Sultan jelas; Pembayun adalah Putri Mahkota. 

Upaya Sultan menunjuk Pembayun sudah lama tetapi memuncak pada penyusunan Perdais Pengisian Jabatan Gubernur DIY beberapa bulan lalu. Waktu itu beliau kalah, karena DPRD tetap memilih mengikuti jejak UUK 13/2012 dan tetap meninggalkan pertanyaan : Jika UUK yang narasinya sama dengan Perdais disambut Kraton dengan gembira, mengapa Perdais justru sebaliknya?

Penobatan seseorang menjadi penerus tahta seharusnya disambut dengan sukacita, bukan dengan tertutup dan sembunyi-sembunyi. Apalagi, UUK sudah jelas menyebutkan : Sultan yang bertahta adalah Gubernur DIY. Sehingga momentum ini harus dinyatakan bersama dengan rakyat Yogyakarta. Tetapi yang justru terjadi, masyarakat curiga, dan tak ada ucapan selamat sama sekali. 

Penobatan Putra Mahkota tak pernah sama kisahnya, tapi menarik untuk melihatnya kembali, setidaknya dalam kasus HB IX dan HB X. Dorojatun dikukuhkan menjadi Putra Mahkota di sebuah hotel di Batavia tahun 1939, setalah kembali ke Leiden. disana, HB VIII menyerahkan keris  Kanjeng Kyai Joko Piturun di hadapan beberapa anak lelaki lainnya, termasuk anak lelaki tertua, Hangabehi. HB VIII meninggal beberapa hari kemudian di Stasiun Tugu. Selo Sumardjan (2012) menulis dalam disertasinya bahwa saat itu muncul petir di siang bolong, menandakan penerusnya adalah orang yang istimewa. Sejak saat itu , HB IX selalu memakai Keris Joko Piturun, tidak pernah memakai Keris Kanjeng Kyai Kopek (keris tertinggi) yang khusus untuk raja. 

Penobatan KGPH Mangkubumi hanya berlangsung singkat, sesaat sebelum dikukuhkan menjadi Sultan. Beliau disebut putra mahkota lima menit  karena sampai HB IX wafat tidak menunjuk putra mahkota. Seluruh paman, pakde dan adik-adik Sulta bersepakat menunjuk Mangkubumi menjadi Putra Mahkota dans emuanya hadir pada acara penobatan, termasuk tamu undangan dan masyarakat. Kemudian ada prosesi pembukaan tombak pusaka dan penghunusan keris oleh beberapa pangeran yang menandakan bahwa siapapun yang menolak, akan berhadapan dengan keluarga kerajaan.

Seluruh prosesi ini dihapuskan oleh JB X pada proses penobatan Pembayun. Garis keturunan laki-laki merupakan paugeran paling utama dalam seluruh kerajaan Islam di Indonesia. Lima hari sebelumnya, keris Joko Piturun dan Keris Kanjeng Kyai Kopek disempurnakke dan terancam teronggok dipojok Gedhong Prabayeksa karena tak memiliki pinggang yang layak diikuti. 

tetapi yang paling penting, penobatan Pembayun tidak diikuti oleh dukungan politik keluarga kraton. Tidak ada satupun adik-adik lelaki Sultan yang hadir. Setelahnya, tidak ada satu pun yang mengucapkan dukungan. Satu-satunya pendukung Pembayun adalah Ngarso Ndalem.

Derajat penolakan Rayi Dalem terbagi menjadi dua. Ada beberapa yang frontal karena menganggap Sultan sudah melanggar paugeran – paugeran  pokok kraton. Beberapa lainnya memilih diam karena percaya jabatan Sultan tidak hanya persoalan keinginan, tetapi juga takdir. Sultan HB VII empat kali memilih putra mahkota. Putra mahkota yang ketiga , Gusti Putro , meninggal ketika  hari dan tanggal pelantikan menjadi Sultan telah ditentukan. 

Perbedaan utama penobatan Pembayun adalah miskinnya legitimasi, baik secara adat, yurispudensi dan dukungan internal kraton. Legitimasi kuat dimiliki Sultan HB X saat ini tidka begitu saja diwariskan kepada Pembayun karena basis legitimasi utama, yaitu paugeran atau aturan main , telah dihilangkan. 

Jadi, butuh usaha politik yang panjang untuk  menjadikan Pembayun sebagai Sultan Hamengku Bawono XI, tidak hanya internal, tetapi juga ekstrenal. Jika toh Pembayun menjadi HB XI , siapa selanjutnya HB XII? Pembayun memiliki dua orang keturunan : RA Artie Arya Fatimasari dan RM Drasthya Wironegoro. Dari dua nama ini jelas tersirat, bahkan di dalam keluarga Pembayun pun, garis laki-laki masih dipercaya. (dilansir dari sumber Analisis KR, Kamis (7/5/2015), halaman 1)

Sabdaraja

Tags: fisipol fisipolugm ugm

Berita Terbaru

  • UGM Kukuhkan Guru Besar Bidang Tata Kelola dan Kebijakan Publik, Prof. Dr. Gabriel Lele
  • Koleksi Baru Digilib Fisipol Ugm : Global Governance And The Political South – Menyoroti Peran Indonesia dan Brics dalam Tatanan Dunia Baru
  • Bahas Kebijakan Kesejahteraan Sosial pada Periode Pemerintahan Jokowi, Dosen dan Peneliti FISIPOL UGM Terbitkan Wacana Akademik Internasional
  • FISIPOL UGM dan Unimelb Kenalkan Konsep Metode Dekoloninasi dalam Kuliah Umum
  • Departemen PSdK FISIPOL UGM Gali Peluang Pekerja Sosial dalam Konteks Global
  • IIS FISIPOL UGM Terbitkan Monthly Review Mei 2025: Soroti Dinamika Ekonomi Global, Politik Domestik, dan Tantangan Transnasional
Universitas Gadjah Mada

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

Tentang Fisipol

  • Sambutan Dekan
  • Sejarah
  • Struktur Fakultas
  • Visi dan Misi
  • Departemen

Akademik

  • Kalender Akademik
  • Kalender Penerimaan
  • Program
  • Sistem Penerimaan
    • Informasi Publik

Riset Publikasi

  • Pendukung
  • Bookmark
  • Riset dan Publikasi
  • Materi Publikasi

Aktual

  • Berita
  • Agenda Fisipol
  • Informasi Umum
  • Pojok Fisipol
  • Photo Gallery
  • YouTube Channel

INFORMASI PUBLIK

  • Permohonan Informasi Publik
  • Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Informasi Wajib Berkala
  • Australia-Indonesia in Conversation (AIC)

© 2018 | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY