Terbiasa menonton acara petualangan di salah satu televisi swasta nasional membuat Yusrin Nur Fitriyani menyukai kegiatan outdoor seperti mendaki gunung. Hobinya itu bahkan sudah dilakoni sejak SMA. Gunung pertama yang ia taklukan adalah Merbabu.
Karena hobinya tersebut, saat kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, YUsrin bergabung dengan UKM pecinta alam, Setrajana. Di Setrajana, Yusrin semakin leluasa menyalurkan hobinya mendaki guung. Tercatat, beberapa gunung yang sudah ia daki, yakni GUnung Merapi, Merbabu, Lawu, Sumbing, Sindoro dan Semeru.
“Awalnya memang tak diizinkan orangtua ikut kegiatan pendakian. Tapi setelah membujuk mereka dan berjanji untuk tetap bertanggungjawab dengan kuliah, akhirnya diizinkan. Buktinya meski ikut dalam kegiatan pecinta alam, aku bisa lulus tepat waktu dengan predikat cumlaude,” kata alumni Jurusan Sosiologi ini, pekan kemarin.
Selama bergabung dalam Setrajana, Yusrin dituntut untuk memiliki fisik yang kuat dan kerja sesuai target. Meski perempuan, dia tak boleh terlihat lemah. Kendati demikian, Yusrin merasakan rasa kekeluargaan diantara anggota Setrajana. Dia pun merasa memiliki keluarga baru.
Menanggapi fenomena pendakian gunung yang mulai banyak diminati, perempuan yang saat ini bekerja di Kementrian Hukum dan HAM RI ini beranggapan, sekarang banyak pendaki yang hanya asal-asalan naik gunung. Syarat-syarat yang harus diperhatikan saat melakukan pendakian bahkan banyak yang diabaikan. Syarat-syarat yang herus diperhatikan saat melakukan pendakian bahkan banyak yang diabaikan. Itulah mengapa banyak kecelakaan di gunung yang terjadi akibat kecerobohan para pendaki itu sendiri.
“Kalau di Mapala, kami diajari betul cara packing, survival dan sebagainya. Kadang miris lihat orang naik gunung yang taruh matrasnya diluar carrier. Matras kan fungsinya untuk membentuk badan carrier.” kata Yusrin.
Menjadi seorang anggota Mapala, kata dia, bukan jaminan untuk selamat saat pendakian. Banyak juga pendaki profesional yang mematuhi syarat-syarat pendakian bisa mengalami kecelakaan di gunung dan meninggal. Apalagi bagi mereka yang hanya asal-asalan mendaki gunung. Tentu resikonya lebih besar.
Ia juga prihatin , saat ini semakin banyak orang yang mendaki gunung malah membuat gunung-gunung menjadi kotor. Salah satunya yang terjadi di Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, banyak sampah para pendaki yang ditinggalkan disana.
“Mirisnya, tujuannya cuma buat foto. Tapi esensi dalam menjaga alam itu enggak ada. ” ujarnya. (dilansir dari Tribun Jogja, Senin 8/6/2015, halaman 13)