Kunjungan Fitriani Kembar, CEO Dreamdelion Yogyakarta ke Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman dua tahun lalu membawa kesan tersendiri bagi mahasiswa Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM ini.
Fitri, panggilan akrabnya, menceritakan bahwa di Desa Sumberarum mayoritas ibu-ibunya yang usianya tidak lagi muda menekuni usaha menenun. Namun sayangnya, taraf kehidupan mereka masih di bawah garis kemiskinan. Sekitar 370 orang yang menggantungkan hidupnya lewat kegiatan menenun.
Namun, kegiatan menenun tersebut tak juga membuat perekonomian masyarakat Desa Sumberarum membaik. Meski sudah menekuni kegiatan menenun sejak lama, penghasilan mereka tetap hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam sehari.
“Dari sini, saya bersama teman saya akhirnya mulai memutar otak untuk membantu masyarakat di Desa Sumberarum agar perekonomian mereka bisa lebih baik. Namun tetap mempertahankan tradisi menenun mereka, “kata Fitri saat menjadi pembicara dalam acara leadership talks yang diadakan BEM KM UGM dan Rumah Kepemimpinan Regional Yogyakarta di GSP UGM, Senin (2/11).
Fitri bercerita, ibu-ibu di Desa Sumberarum seluruhnya menenun untuk membuat stagen (pengencang perut wanita). Namun, stagen yang mereka buat hanya dihargai Rp 18 per 10 meter. Harga yang sebenarnya jauh dari layak dibandingkan proses mereka saat menenun.
Oleh karena itu pada Oktober 2012, Fitri bersama beberapa rekannya mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan Dreamdelion. Komunitas ini membantu penduduk Desa Sumberarum untuk bisa mengembangkan usaha mereka dalam menghasilkan stagen. Dreamdelion pun menawarkan berbagai inovasi kepada ibu-ibu penenun di Desa Sumberarum.
“Kami bersama-sama ibu-ibu Desa Sumberarum melakukan pengembangan stagen warna-warni yang lebih dikenal dengan rainbow stagen. Walaupun kami berupaya mengembangkan binsi mereka, tapi kami juga berupaya agar tradisi menenun yang telah ada secara turun-menurun tetap terjaga,” ujar Fitri.
Inovasi yang ditawarkan Dreamdelion adalah penambahan berbagai warna dalam setiap tenun stagen. Sehingga stagen yang dihasilkan bisa berbentuk seperti kain lurik. Selanjutnya tak hanya untuk stagen saja, produk ini juga kemudian dikembangkan dalam bentuk sepatu, bros, tas, baju dan masih banyak lagi.
Tambah Untung
Dengan adanya inovasi, keuntungan yang didapat oleh masyarakat Desa Sumberarum pun meningkat pesat. Jika sebelumnya hanya bisa menjual stagen hitam Rp 18 ribu per 10 meter. Kini harga produk mereka bisa meningkat empat hingga sepuluh kali lipat dari harga awal. Tak hanya mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, namun juga berhasil tetap mempertahankan tradisi menenun.
Langkah Fitri dan kawan-kawan dalam memberikan inovasi bisnis stagen di Desa Sumberarum bukan tanpa kendala. Awalnya para penduduk desa merasa tidak yakin dengan konsep baru yang diberikan oleh Dreamdelion. Namun mereka dengan sabar untuk terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Mereka mencoba meyakinkan bahwa bisnis yang dijalani oleh masyarakat Desa Sumberarum akan berkembang baik jika dilakukan sebuah inovasi yang diberikan oleh Dreamdelion.
Fitri bersama Dreamdelion juga berkomitmen untuk menjadikan pemberdayaan ini berkelanjutan. Sehingga bukan hanya upaya pemberdayaan yang berlangsung sesaat.
Ke depan, Fitri bersama rekan-rekannya di Dreamdelion juga bermimpi menjadikan bisnis masyarakat di Desa Sumberarum sebagai UKM mandiri. Sehingga mereka diharapkan mampu menjalankan usaha mereka secara mandiri. Saat ini pemasaran dan promosi sementara masih dilakukan oleh Dreamdelion. (dilansir dari Tribun Jogja, Selasa 3/11/15, halaman 13)