Senin (7/12) siang, Center for Digital Society (CfDS) menyelenggarakan diskusi dengan tema 90˚ Digitalk. Diskusi yang bertempat di Ruang Sidang Dekanat, Gedung BB Lantai 2 ini terbagi dalam dua sesi diskusi panel dan dalam tiap panel diskusi menghadirkan satu presenter atau narasumber.
Diskusi pada sesi pertama yang bertajuk Open Data: Perbandingan di Beberapa Negara di sampaikan oleh Dr. Kuskridho Ambardi (Dosen Ilmu Komunikasi dan Direktur Lembaga Survei Indonesia). Dalam presentasinya ia memaparkan bahwa penggunaan open data di dunia saat ini mulai berkembang dan telah menjadi tren serta kebutuhan dunia. Dalam hal ini, pengertian data di sini bisa merujuk pada data set atau data apapun dengan beragam jenis ekstensi (format). Open data sendiri merupakan data yang bisa secara bebas digunakan, diolah dan kemudian diredistribusikan tanpa melupakan attribusi dari si pembuat data.
“Dalam open data, data itu sendiri harus bersifat publik sehingga bisa digunakan oleh siapapun dengan tujuan apapun,” ujar Kuskridho Ambardi atau yang akrab disapa Dodi ini.
Selain itu, ada kriteria tertentu dalam menentukan data tersebut open data atau bukan. Beberapa kriteria tersebut antara lain dapat diidentifikasi dari derajat akesibilitas, penggunaan mesin pembaca data, biaya yang dikeluarkan dan hak. Keempat hal inilah yang digunakan untuk mengukur sejauh mana data tersebut bisa dikategorikan sebagai open data.
Dampaknya jika open data ini bisa dimanfaatkan secara baik akan sangat membantu, terutama karena nilai ekonominya sangat tinggi.
“Harus diakui saat ini sektor yang paling banyak menggunakan open data adalah sektor ekonomi terutama bisnis. Terutama data dari sosial media,” tuturnya.
Namun demikian, meski Indonesia sudah mulai merintis penggunaan open data melalui website seperti http://data.go.id, penggunaan open data ini masih belum terlalu banyak dimanfaatkan dan digunakan salah satunya karena tidak didorong oleh kebijakan secara sistematis.
Sementara itu, pada penel diskusi kedua dibawakan oleh Dr. Erwan Agus Purwanto (Dosen MKP dan Dekan FISIPOL) yang bertajuk E-Governance dan Efektivitas Policy Making. Pada prinsipnya e-gov dalam konteks kebijakan publik adalah dipergunakannya Information and Communication Technology (ICT) di dalam pengelolaan urusan publik terutama untuk membantu penanganan pemerintahan.
Dalam perkembangannya saat ini, Pak Erwan mengungkapkan bahwa ada banyak motiviasi mengapa sebuah negara mengimplementasikan e-gov atau yang juga dikenal sebagai electronic governance. Ada empat alasan yang bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa kemudian pemerintah menggunakan sistem e-gov ini. Pertama, karena memang ada dorongan dari para konstituen atau rakyat itu sendiri. Kedua, adanya peer influences, dalam hal ini e-gov digunakan karena negara atau pemerintah yang lain juga turut menggunakannya. Ketiga, adanya dukungan politik dari dalam. Keempat, pada dasarnya penggunaan e-gov karena memang merasa bahwa sangat membantu terutama dalam peningkatan pelayanan kepada publik.
Harapannya, penggunaan e-gov ini juga membantu proses tersampaikannya pelayanan kepada publik secara lebih merata. Selain itu, dengan e-gov juga mampu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh individu terutama terkait keterbatasan waktu kerja atau pelayanan. Dengan e-gov, juga bisa mendorong daya saing serta memunculkan inovasi-inovasi baru terutama terkait dengan proses efektivitas dan efisiensi pelayanan tanpa meninggalkan partisipasi publik.
Dalam konteks proses pembuatan kebijakan publik di Indonesia, e-gov ini menjadi sangat membantu terutama karena seringkali kebijakan publik yang ditetapkan kurang aspiratif. Artinya, kebijakan publik yang dibuat seringkali tidak mencerminkan kebutuhan publik atau tidak menjadi prioritas bagi publik tetapi cenderung bersifat politis. Kemudian, pembuatan kebijakan publik di Indonesia juga tidak menggunakan basis data dan penelitian yang kuat sehingga muncul beberapa kebijakan yang tumpang tindih dan kontradiktif. Maka, dengan diberlakukannya e-gov, proses partisipasi masyarakat menjadi meningkat dan secara bersamaan memunculkan kebijakan yang memang menjadi kebutuhan kolektif (D-OPRC)