Selasa (15/12) pagi, salah satu rangkaian acara dalam Dies Natalis FISIPOL UGM ke-60 yakni Research Days dibuka oleh Dekan FISIPOL UGM, Dr. Erwan Agus Purwanto. Pembukaan Research Days kali ini dilakukan di Ruang Seminar Timur FISIPOL lantai 2. Acara ini akan berlangsung selama tiga hari dari 15-18 Desember 2013 dengan mengambil dua tempat yang berbeda yakni di Ruang Seminar Timur dan Ruang Sidang Dekanat Gedung BB di FISIPOL serta akan dilangsungkan pada pukul 08:00 – 15:00 WIB tiap harinya.
Selain itu, pada hari pertama Research Days kali ini diawali dengan Pidato Dies yang dibawakan oleh Prof. Agus Dwiyanto yang bertajuk Integrated Governance: Satu Pemerintahan, Satu Pelayanan. Pidato yang disampaikan oleh Prof. Agus yang juga merupakan mantan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) ini merupakan hasil observasi secara general terhadap kondisi birokrasi di Indonesia sekarang. Dalam pidatonya, Prof. Agus meyampaikan bahwa birokrasi di Indonesia saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan.
Contohnya dalam proses pelayanan publik, birokrasi atau yang juga dikenal sebagai Aparat Sipil Negara (ASN) ini masih beretele-tele, cenderung rumit serta tidak mudah untuk diakses publik. Dalam praktiknya, penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah melalui struktur birokrasi cenderung menggunakan mindset yang salah.
“Saat ini, para ASN itu belum mampu merubah mindset dan menempatkan dirinya sebagai pelayanan publik, tetapi masih bertindak sebagai penguasa,” tuturnya.
Keluhan tersebut tidak saja oleh publik dalam arti masyarakat tetapi juga dari sektor privat (pasar). Sungguhpun demikian, mindset (persepsi) yang masih mengacu pada pejabat publik sebagai penguasa harus diubah dan digeser menjadi publik sebagai porosnya. Hal ini berarti bahwa pejabat publik tidak lagi bekedudukan sebagai penguasa tetapi sebagai pelayan publik. Dengan perubahan ini nantinya diharapkan proses interaksi tidak lagi sangat hierarkis sehingga akses masyarakat kepada pelayanan publik menjadi lebih mudah.
Selain menuntut perubahan persepsi, pemerintah juga perlu membentuk pemerintahan yang solid dengan menerapkan integrated governance. Ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan hal itu. Pertama, pemerintah harus mampu mengubah pola peyanan publik yang awalnya berbasis pada isu sektoral menjadi berorientasi pada outcome (hasil). Kedua, pemerintah wajib membiasakan atau membuat kegiatannya dengan agenda kegiatan yang mengacu pada struktur tata kelola berjalur jamak.
“Dengan perubahan struktur tersebut proses pelayanan publik diharapkan mampu menjadi one stop solution dan efektif lagi efisien,” ujar Prof. Agus.
Ketiga, pemerintah harus mulai memanfaatkan i-Gov yang berbasis pada teknologi komunikasi dan saling berjejaring dengan internet.
Menutup pidatonya, dalam catatan Prof. Agus, perkembangan birokrasi di Indonesia saat ini berada di dalam persimpangan jalan. Maksudnya, pejabat publik dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, dengan mempertahankan birokrasi yang menikmati zona kenyamanannya dengan membiarkan mereka mempertahankan mentalitas sektorial lembaga yang kuat. Khususnya dengan kondisi birokrasi yang disconnected serta dengan resiko kehilangan kepercayaan dari publik. Atau yang kedua, mendorong birokrasi memasuki zona kompetitif dengan memaksa mereka mengembangkan struktur governance yang terintegrasi dan menempatkan kebutuhan warga sebagai pusat sehingga mampu memberikan pelayanan publik yang lebih prima dan tuntas. Oleh karena itu, dua pilihan ini yang saat ini seharusnya mulai dipikirkan, dan pilihan atas itu harus dilakukan secepatnya demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. (D-OPRC)