Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung merupakan puncak desentralisasi politik di Indonesia. Melalui Pilkada langsung, masyarakat di daerah dikenalkan adanya demokrasi lokal. Namun, pelaksanaan Pilkada langsung di Indonesia masih dibayangi tindakan kekerasan. Papua merupakan wilayah yang memiliki tingkat kekerasan tinggi pada saat Pilkada. Dari permasalahan ini, muncul pertanyaan mengapa Pilkada di Papua lebih memancing kekerasan daripada di daerah lain Indonesia?
Menilik permasalahan tersebut, Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) bekerjasama dengan Institute of International Studies (IIS) menyelenggarakan diskusi dengan tema “Kekerasan Pilkada di Papua” pada Senin, 18 April 2016 di Ruang Seminar Timur Fisipol, UGM.
Diskusi “Kekerasan Pilkada di Papua” dimoderatori oleh Prof. Dr. Sigit Riyanto, SH.,LL.M. Terdapat dua pembicara yang memaparkan hasil penelitiannya. Pembicara pertama adalah Dr. Zulfan Tadjoeddin, dosen senior dari Western Sidney University. Dr. Zulfan Tadjoeddin memaparkan materi mengenai “Why are local election in Papua most violence?”. Kemudian, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan materi dari Dr. Samsu Rizal Panggabean, M.Sc, dosen Departemen Hubungan Internasional dan Sekertaris PSKP, mengenai “Explaining Electoral Violence in Papua”.
Dari penelitian tersebut, dapat diperoleh hal-hal menarik dari kondisi dan tantangan yang dihadapi di Papua, terutama mengenai pembedaan tingkah laku dan karakteristik antara masyarakat di daerah gunung dan di pantai. Hasil penelitian kemudian dibahas oleh Ambardi Kuskrido, Ph.D dan Drs. Bambang Purwoko, MA. Ambardi Kuskrido, Ph.D membahas pengumpulan data dan metode yang digunakan dalam penelitian. Drs. Bambang Purwoko, MA memberikan tanggapan terhadap penelitian ini bahwa konteks suku mempengaruhi kekerasan yang terjadi di Papua. Diskusi ini diharapkan mampu memperkaya informasi dan pemahaman mengenai Pilkada, Papua, kekerasan dan demokrasi.