Jumat siang, tepatnya pada 10 Februari 2017 pukul 13.30 WIB, Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Serial Diskusi Papua. Gugus Tugas Papua merupakan kelompok kerja di UGM yang diberikan tugas khusus untuk mengawal hal-hal yang berkaitan dengan Papua. Tema yang diangkat yakni Sinergi Pusat-Daerah dalam Tata Kelola Pemerintahan di Papua ini berlangsung selama tiga jam di Ruang Sidang Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM. Adapun pembicara dalam diskusi ini yakni Jaleswari Pramodhawardani selaku Deputi V Kantor Staf Presiden. Bambang Purwoko selaku Ketua Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada bertindak sebagai moderator diskusi.
Acara Serial Diskusi Papua dibuka dengan pemaparan dari Bambang Purwoko. “Diskusi kedua ini kita akan mengedepankan aspek teknokratis bagaimana melihat sinergi pusat-daerah dalam tata kelola pemerintahan di Papua yang problematis. Harapannya dari diskusi-diskusi ini lahir sebuah pemikiran, gagasan yang menjadi kontribusi UGM untuk pembangunan Papua baik secara langsung bagi pemerintah daerah papua maupun rekomendasi kebijakan di tingkat nasional. Pada kesempatan ini karena topiknya hubungan pusat-daerah kita hadirkan Ibu Jaleswari Pramodhawardani dari Kantor Staf Presiden yang memang beliau secara khusus memiliki tugas menyelesaikan persoalan-persoalan Papua dan beliau juga memiliki minat khusus dengan Papua,” ungkapnya.
Jaleswari Pramodhawardani menjelaskan bahwa tugas Kantor Staf Presiden adalah mengamankan kebijakan-kebijakan presiden memastikan program-program prioritas dapat diselesaikan oleh lembaga terkait. Kemudian acara dilanjutkan dengan pemaparan hasil kerja pemerintahan Jokowi terkait Papua yang disampaikan oleh Jaleswari Pramodhawardani selaku Deputi V Kantor Staf Presiden.
Dalam pemaparannya, Jaleswari Pramodhawardani menekankan tiga poin penting yang telah dikerjakan Presiden Jokowi terkait Papua. “Pertama, kita menginisiasi bagaimana kelembagaan yang strategis dan efektif guna menciptakan ekonomi berkeadilan untuk Papua. Kedua, tentang bagaimana penyelesaian pelanggaran HAM di Papua. Ketiga, special invite mengenai siapa yang tepat untuk mewakili Indonesia ketika berbicara tentang Papua diluar. Dalam proses mengerjakan kebijakan-kebijakan terkait Papua dengan efisien dibutuhkan hasil-hasil penelitian dari peserta yang hadir untuk bersinergi bersama menyelesaikan permasalahan di Papua,” ungkap Jaleswari Pramodhawardani.
Menurut Tri Sulistyanto mahasiswa Sekolah Pascasarjana UGM salah satu peserta diskusi, mengungkapkan bahwa secara makro dan dilihat dari sosiologis masyarakat perlu adanya kantor perwakilan pemerintah pusat di Papua. “Kantor ini diharapkan dapat menangani dan menampung aspirasi yang ada di Papua. Ia berpendapat jika presiden ingin efisien maka kantor perwakilan tersebut diperlukan mengingat posisi geografis Papua yang jauh dari pemerintah pusat. Saya melihat ada kerinduan dari masyarakat Papua untuk pemerintah pusat dapat hadir disana. Terkait masalah Papua, juga dibutuhkan tokoh yang memang bisa mewakili Indonesia untuk berbicara mengenai Papua ketika ini tidak menjadi perhatian publik maka Papua bisa jadi lepas dari Indonesia,” ungkapnya.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Karpus Belau, mahasiswa pascasarjana Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa bahwa salah satu faktor yang menjadi kesulitan untuk pembangunan Papua ialah birokrasi. Setiap daerah yang masih ketinggalan diharapkan memiliki perwakilan supaya masyarakat Papua mudah menyampaikan kesulitan kepada pemerintah pusat. Diharapkan diskusi ini tidak hanya sekedar diskusi tetapi benar-benar diimplementasikan oleh pemerintah pusat. (/dbr)