Fisipol kembali kedatangan seorang alumni dari Departemen Hubungan Internasional yaitu Okky Madasari. Beliau merupakan seorang sastrawan. Novel pertamanya Entrok, sebuah epic tentang kehidupan dibawah kekuasaan totalitarian dan militerisme pada zaman Orde Baru di Indonesia, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada Juli 2013 dengan judul The Years of the Voiceless. Dua novel lainnya, Maryam dan Pasung Jiwa, juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris masing-masing dengan judul The Outcast dan Bound.
Beliau dikenal sebagai penulis novel yang menggugah kesadaran dan lekat akan kritik sosial. Bahkan, lewat karyanya yang berjudul Maryam (2012), Okky mendapat Penghargaan Sastra Khatulistiwa, penghargaan sastra paling berpengaruh di Indonesia. Okky lahir pada 30 Oktober 1984 di Magetan, Jawa Timur, Indonesia. Ia lulus dari Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada pada 2005 serta memilih menjadi jurnalis dan penulis sejak kelulusannya.
Berbicara tentang karya Okky Madasari, salah seorang mahasiswa menanyakan khususnya hal-hal yang menantang ketika menuliskan Maryam. Okky mengatakan sepanjang penulisan novel tersebut beliau cukup mengalami kesulitan terutama ketika menuangkan fakta-fakta yang diperoleh dilapangan ke dalam bentuk tulisan. Selain itu, proses pengumpulan data juga memiliki tantangan tersendiri. Beliau berusaha untuk tidak membatasi metode riset, dalam proses pengumpulan data Okky menggunakan metode menonton film dan membaca sebagai salah satu sumber.
“Banyak yang sebenarnya sehari-hari ketemu dengan orang ahmadiyah, banyak yang sehari-hari bergaul dengan orang transgender tapi tidak banyak dari mereka yang menuangkannya ke dalam tulisan karena sebenarnya menulis itu juga seni, mengurasi serakan-serakan fakta dalam keseharian kita,” jelas Okky dalam One Week One Alumni yang diadakan pada tanggal 5 Mei 2017.
Garis merah dari karya-karya Okky ialah beliau selalu menyuarakan permasalahan yang ada dalam masyarakat. Penulis kelahiran 30 Oktober 1984 itu menjelaskan pencapaian tertingginya sebagai seorang penulis adalah ketika kemudian pembaca berani untuk menyampaikan kritik, berpikiran kritis, serta melihat persoalan dari sudut pandang yang berbeda.
Tulisan kritis juga dituangkan Okky dalam sebuah tesis. Okky mengambil jurusan sosiologi sastra dan terinspirasi untuk mengkritisi fenomena jenis-jenis buku yang menjadi minat masyarakat Indonesia.
“Kegelisahan di benak saya kalau kita pergi ke toko buku, coba lihat di deretan-deretan depan banyak sekali buku-buku bernuansa dakwah, buku-buku bernuansa motivasi, buku-buku bernuansa how tobe rich in two years atau how to travel with one hundred thousand banyak buku-buku yang sifatnya kayak gitu. Nah itu mengusik kegelisahan saya. Mengapa justru di era reformasi sekarang di era ketika kita sudah ada dalam kebebasan kok buku-buku yang terbit malah kayak gitu mana buku-buku yang kritis yang dulu zaman orde baru susah terbit dibredel dimana-dimana sekarang era terbuka tapi kenapa justru kita sibuk dengan buku kayak gitu,” ujar Okky
Selain menulis, beliau juga merupakan salah satu pendiri ASEAN Literary Festival terkait keilmuannya di bidang hubungan internasional. beliau ingin melalui ASEAN Literary Festival tidak ada batas antara wilayah serta antara pembaca dan penulis untuk bersama-sama menuangkan ide menyelesaikan permasalahan sosial.
“Nanti Bulan Agustus sudah masuk yang keempat dimana penulis-penulis di daerah Asia Tenggara dan negara-negara lainnya bertemu, lalu berbagi serta mencoba mencari solusi bersama atas berbagai masalah di masyarakat kita. Sebagai alumni Fisipol itu kita bisa melakukan banyak hal asal kita kreatif melihat segala sesuatu, lebih jauh dan lebih luas tidak hanya berpikiran sempit mengikuti arus,” pungkas Okky. (/dbr)