Klinik politik kembali diadakan, kali ini pembicaranya ialah Ulya “Pipin” Jamson (Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM). Klinik Politik live sejak pukul 08:00-09:00 tanggal 16 Mei 2017. Isu terkait dengan partisipasi perempuan dalam pemilu banyak terkait dengan pertanyaan apakah sistem pemilu sudah menerapkan struktur kesempatan. Walaupun Indonesia sudah mempunyai desain pemilu untuk meningkatkan partisipasi perempuan, seperti kewajiban 30 persen dalam pencalonan kandidat anggota dewan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat partisipasi perempuan yang rendah. Dalam survey yang dilakukan World Economic Forum misalnya, Indonesia menempati 97 dari 150 negara terkait dengan angka ketimpangan gender. Lebih lanjut, angka keterwakilan Indonesia ada di peringkat tujuh di kawasan Asia Tenggara, ada di angka 16%. Di kawasan Asia Tenggara, keterwakilan perempuan tertinggi di parlemen justru ada di Timor Leste, sebuah Negara paling muda di kawasan ini.
Sementara itu, rendahnya angka keterwakilan perempuan di beberapa Negara maju karena adanya saluran lain di luar jalur-jalur parlementer. Civil society ke Negara maju mempunyai akses yang luas. Artinya, selain politik elektoral, jalur-jalur civil society juga perlu diperkuat. Dalam riset DPP UGM, yang kemudian diterbitkan ke dalam buku “Reclaiming State” menjelaskan bagaimana gerakan masyarakat sipil berusaha untuk melakukan klaim kembali atas Negara.
Di sisi lain riset-riset juga masih sangat kurang dalam melihat partisipasi perempuan dalam politik karena yang perlu dikembangkan adalah kajian-kajian yang massif soal isu ini. Studi terakhir mencatat bahwa tingginya tingkat partisipasi perempuan di Pemilu Gubernur Jakarta kemarin hanya menempatkan perempuan sebagai pemilih. Faktornya adalah karena perempuan menjadi sasaran sosialisasi yang hanya terkait dengan hal teknis. Seperti kampanye kandidat yang banyak menyasar kelompok perempuan seperti kelompok pengajian atau majelis ibu-ibu. Padahal hal yang lebih penting adalah bagaimana peran perempuan sebelum dan setelah pemilu, ketika tingkat keterwakilan substantive perempuan masih kurang. Hanya 10 perempuan aktivis yang terpilih.
Untuk rekrutmen penyelenggara sendiri, berdasarkan UU N0. 15 Tahun 2011dalam aturan menyebutkan minimal 30 persen di penyelenggara nasional maupun lokal. Secara praktek di lapangan tidak sampai 30 persen. Hanya 1 dari tujuh anggota dari KPU Pusat yang perempuan, dan hanya 30 dari 170 anggota KPUD yang perempuan. Namun demikian, penyelenggara pemilu di Jogja mempunyai anggota perempuan yang secara kapasitas cukup kuat. Di Jogja ini adalah kota yang mempunyai gerakan masyarakat sipil yang berkembang. Hal ini yang menjelaskan penyelenggara pemilu dari perempuan mempunyai kapasitas yang lebih baik dibandingkan daerah lainnya. Tapi kita perlu juga melakukan eksplorasi dan riset-riset terkait dengan keterwakilan perempuan di penyelenggara sehingga tidak terjebak dengan diskursus partisipasi perempuan di lembaga perwakilan
Di tengah banyaknya informasi media yang simpang siur, literasi politik oleh perempuan juga menjadi penting sebagai modal partisipasi perempuan. Sehingga pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kandidat yang terpilih juga mampu mengakomodasi aspirasi dan tuntutan-tuntutan perempuan. Untuk memaksimalkan partisipasi perempuan pasca pemilu, yang menjadi menarik adalah bagaimana mengorganisasikan relawan dan kader. Bagaimana memaksimalkan kader dan relawan perempuan. Para kader dan relawan mendukung kandidat pasti mempunyai alasan sehingga setelah pemilu perlu dilibatkan dalam advokasi isu perempuan.
Lebih penting lagi kita perlu melihat pemilih sebagai warga negara yang kritis dengan kecerdasan politik. Di Pati misalnya, kasus semen memicu protes dari pemilih sekalipun calon tunggal. Bahkan pemilih menggunakan hak pilihnya sebagai protes dengan merusak kertas suara. Kader dan relawan saja tidak didengarkan, apalagi dengan bukan relawan. Pertanyaannya bagaimana menyeimbangkan sisi elektoral dan non elektoral.
Lihat petikan video Klinik Politik “Partisipasi Perempuan dalam Pemilu”
melalui link:
https://www.facebook.com/DepartemenPolitikdanPemerintahanUGM/videos/1309033819145824/