Negosiasi disepakati di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, traktat akan dibuka untuk penandatanganan pada bulan September
Setelah melalui usaha selama satu dekade oleh International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN), dan 72 tahun setelah ditemukannya senjata nuklir, hari ini negara-negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa akan secara formal mengadopsi sebuah traktat yang secara total melarang senjata nuklir.
Hingga saat ini, senjata nuklir merupakan satu-satunya senjata pemusnah massal yang belum dilarang melalui sebuah traktat internasional, meskipun konsekuensi kemanusiaan yang diakibatkan oleh ledakan senjata ini, baik yang disengaja maupun tidak, sangat besar dan meluas. Senjata Biologi dilarang pada tahun 1972, sementara senjata kimia dilarang pada tahun 1992.
Mengenai adopsi traktat ini, Direktur Eksekutif ICAN Beatrice Fihn mengatakan:
“ Kami harap hari ini menandai awal dari sebuah akhir era nuklir. Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa senjata nuklir melanggar hukum perang dan membawa bahaya yang nyata terhadap keamanan global.
Tidak ada yang dapat membenarkan pembunuhan jutaan orang tanpa pandang bulu – dalam keadaan apapun – namun itu lah tujuan dari dibuatnya senjata nuklir.
Hari ini masyarakat internasional menolak senjata nuklir dan membuat pernyataan yang sangat jelas bahwa senjata ini tidak dapat diterima.
Ini saatnya bagi pemimpin di seluruh dunia untuk menyelaraskan antara ucapan dan nilai-nilai yang mereka pegang dengan tindakan, yakni dengan menandatangani dan meratifikasi traktat ini sebagai langkah awal menuju penghapusan senjata nuklir.”
Traktat Pelarangan Senjata Nuklir diadopsi Jumat pagi waktu New York dan akan dibuka untuk penandatanganan oleh negara-negara di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, pada 20 September 2017. Organisasi masyarakat sipil dan lebih dari 140 negara telah berpartisipasi dalam negosiasi ini.
Traktat ini merupakan isyarat yang sangat jelas bahwa mayoritas di dunia tidak lagi dapat menerima senjata nuklir dan tidak menganggapnya sebagai alat perang yang dapat dibenarkan. Keberatan dan boikot terhadap negosiasi traktat ini yang dilakukan oleh banyak negara-negara pemilik senjata nuklir menunjukkan bahwa traktat ini memiliki potensi yang besar untuk memengaruhi perilaku dan kedudukan mereka di dunia. Sama seperti traktat pelarangan senjata yang sudah ada sebelumnya, mengubah norma internasional akan membawa perubahan nyata terhadap kebijakan dan perilaku, bahkan di negara-negara yang tidak menjadi Negara Pihak di dalam traktat tersebut.
“Keberatan yang kuat dan berulang kali oleh negara-negara pemilik senjata nuklir adalah sebuah pengakuan bahwa traktat ini akan membawa dampak yang nyata dan abadi,” ujar Fihn.
Traktat ini juga memunculkan kewajiban untuk membantu korban-korban dari penggunaan senjata nuklir (Hibakusha) serta uji coba senjata nuklir, dan untuk memulihkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh senjata nuklir.
Sejak awal, upaya untuk melarang senjata nuklir telah mendapatkan dukungan yang luas dari organisasi-organisasi internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan, lingkungan, non-proliferasi, dan perlucutan senjata di lebih dari 100 negara. Pengorganisiran politik dan akar rumput terjadi di seluruh dunia, dan ribuan orang telah menandatangani petisi, bergabung dalam aksi protes, menghubungi perwakilan-perwakilan, dan memberikan tekanan kepada pemerintah.
Tentang ICAN
The International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) adalah sebuah kampanye koalisi global yang bekerja untuk memobilisasi warga di seluruh dunia untuk menginspirasi, meyakinkan, dan memberikan tekanan kepada pemerintah untuk melarang senjata nuklir.
ICAN bekerja secara erat dengan pemerintah dalam proses ini sejak 2010, dan berkampanye di sekitar 100 negara untuk memastikan bahwa traktat ini dapat menjadi kenyataan.
Informasi lebih lanjut mengenai ICAN dapat ditemukan di www.icanw.org.
UNTUK RILIS SEGERA
NEW YORK | 7 Juli 2017
CONTACT
Yunizar Adiputera
081802643172
yunizar@ugm.ac.id