Pada hari Rabu (2/8), Institute of International Studies Universitas Gadjah Mada mengadakan diskusi bulanan bertajuk “Changing the Game: Geo-Technology for Social and Politics”. Sebanyak 47 peserta dari Fisipol, Fakultas Teknik, dan Fakultas Geografi UGM menghadiri diskusi ini. Pemantik diskusi adalah Auliantya Ayurin Putri, akrab disapa Ayin, dari Environmental System Research Institute (ESRI), sebuah institusi penyedia software sistem informasi geografis sekaligus lembaga riset.
Perubahan teknologi yang begitu cepat mendorong pemanfaatan teknologi di berbagai lini, salah satunya teknologi informasi. Tanpa disadari, penggunaan teknologi informasi meninggalkan rekam jejak berupa data tertentu, seperti lokasi, identitas diri, preferensi pribadi, dan sebagainya. Data inilah yang kemudian mampu ‘menelanjangi’ beragam informasi tentang diri kita. Menurut Ayin, otak manusia memiliki kemampuan untuk menganalisa data sesuai dengan hasil pengamatan. Kinerja pengumpulan, pemetaan, dan analisis data melalui ini menjadi dasar pengembangan teknologi Geographic Information System (GIS).
Data mengenai lokasi dan informasi diri terkesan remeh, tetapi mengapa “The Science of Where” menjadi penting bagi ranah sosial-politik? Data ini dapat diolah untuk mendalami pola atau tren yang terjadi di kawasan tertentu. Misalnya memetakan varian umur dan identitas diri warga di lingkungan tertentu guna memilih hunian; memetakan jumlah kendaraan yang lewat pada waktu tertentu di jalan tertentu guna membuat mekanisme pengalihan arus lalu-lintas, dan sebagainya.
Setelah pengenalan singkat mengenai sistem GIS, Ayin melakukan technology screening, yakni menunjukkan berbagai pemanfaatan GIS yang sudah dilakukan di Indonesia dan ESRI Global; baik oleh organisasi internasional, sektor bisnis, maupun pemerintah. Dalam Pemilu AS lalu, pemetaan data yang dapat menampilkan berbagai layer data dalam waktu bersamaan ini dimanfaatkan oleh tim pemenangan Trump. Di berbagai negara bagian yang dipadati komunitas kulit hitam, Trump justru berhasil menang melawan calon Demokrat Hillary Clinton. Ini disebabkan pemanfaatan pemetaan GIS tentang pola preferensi masyarakat, dimana tim pemenangan Trump membuat konten kampanye lokal yang menyasar isu kesehatan dan pembukaan lapangan kerja, setelah mengetahui demografi penduduk yang mayoritas pengangguran dan tidak tersentuh program Obamacare. Pembuatan materi kampanye yang sangat lokal dan spesifik inilah yang menjadi kunci kemenangan Trump.
Diskusi ini menjadi langkah awal bagi meleburkan sekat antara peneliti sosial politik dengan pengembang teknologi. Diharapkan, dengan adanya kajian interdisipliner ini, ilmu yang dihasilkan oleh kedua bidang studi mampu berkontribusi pada kemanusiaan. Seperti yang telah menjadi kiprah ESRI selama ini untuk menyuplai teknologi bagi upaya konservasi alam, human security, dan peningkatan efektivitas pemerintahan. [NGP/AN] [Publikasi IIS]