Program studi Pascasarjana Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan kembali menggelar Social Development Talk pada 2 Oktober lalu. Dengan mengusung tema “Mengunduh Pengalaman Pemberdayaan Masyarakat: Best Practice, acara ini bertujuan untuk membagi pengalaman praktis pemberdayaan masyarakat oleh berbagai institusi. Pada kesempatan kali ini menghadirkan empat narasumber yang berasal dari bidang berbeda, diantaranya adalah Sinam M. Sutarno selaku ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia, Iswanto selaku pengelola Desa Wisata Sukunan, Ayu Pratiwi, dan Arman Maulana selaku staf pemberdayaan masyarakat dan koordinator corporate social responsibility dari PT. Pertamina TBBM Rewulu.
Pada sesi pertama, Sinam membagi cerita menarik seputar Jaringan Radio Komunitas Indonesia. Sinam memaparkan bahwa radio komunitas sendiri merupakan salah satu media yang ada di Indonesia, lahir pada tahun 2009 dengan tujuan menciptakan informasi dari, oleh, dan untuk komunitas. Terdapat tiga fungsi mendasar yang membedakan radio komunitas dengan media lainnya. Pertama, radio komunitas menjembatani dialog antar anggota komunitas maupun pihak lainnya. Kedua, menjadi alat pengawasan dan kontrol sosial. Ketiga, menyuarakan mereka yang tidak bisa bersuara. “Radio komunitas juga menjadi alat efektif untuk pengawasan pembangunan di masyarakat. Sekarang misalnya tentang dana desa itu kita lebih awal menjelaskan bahwa dana desa itu selama ini diyakinkan sebagai bantuan. Kata bantuan inilah yang sangat merendahkan padahal itu adalah hak,” paparnya.
Jika dilihat dari konteks pemberdayaan, radio komunitas juga mempunyai banyak kontribusi dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Penyiaran yang menyebutkan bahwa tujuan didirikannya lembaga penyiaran komunitas adalah untuk mendidik dan memajukan masyarakat dengan mencapai kesejahteraan dengan melaksanakan program meliputi budaya pendidikan, dan informasi bangsa. Sinam mengungkapkan bahwa radio komunitas memberdayakan masyarakat dengan mengajak mereka, kita semua sebagai pelaku dan produsen informasi, mengubah pola pandang yang selama ini menjadi konsumen media bergeser menjadi produsen media. “Bukan saatnya media mencerdaskan kita, tetapi kita yang harus cerdas bermedia,” tambahnya.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Iswanto yang bercerita tentang sistem pemberdayaan di Desa Wisata Sukunan. Iswanto mengatakan bahwa untuk menjadi desa wisata hingga seperti ini bukan persoalan yang mudah. Apalagi sebelumnya Desa Sukunan sangat terkenal dengan citra kampung judi, kampung sabung ayam, dan kampung babi. Namun dengan perjuangan dan semangat yang sinergi antarmasyarakat, Desa Sukunan kini menjelma sebagai kampung wisata. “Hal ini justru menjadi keunikan dan keunggulan kita, bisa bangkit dari keterpurukan. Ini menjadi cerita yang bisa di share, orang jadi lebih tertarik datang karena cerita-cerita tersebut,” tambahnya.
Program yang diunggulkan dari Desa Wisata Sukuhan sendiri adalah pengelolahan sampah mandiri. “Jika biasanya tergantung dengan pemerintah, kami mencoba sendiri. Masyarakat mengelola sampahnya sendiri, kita punya sampah harus berani bertanggung jawab,” jelas Iswanto. Pengolahan yang dilakukan menggunakan dua pendekatan khusus yaitu pendekatan ekonomi dan sosial. “Pendekatan ekonomi yang jelas paling menarik bagi masyarakat, tapi sosial juga penting. Karena jika kita hanya mempertimbangkan ekonomi saja maka itu bisa saja membunuh program,” paparnya. Dari pengolahan tersebut menghasilkan beberapa produk diantaranya adalah pupuk kompos, biogas, dan berbagai kerajinan. Desa ini juga mengembangkan bank sampah, teknologi ramah lingkungan, dan beberapa kelompok seni sebagai tambahan.
Contoh proses pemberdayaan lainnya juga disampaikan oleh Ayu dan Arman yang mewakili bidang pemberdayaan dari segi perusahaan. Arman memaparkan bahwa tujuan PT. Pertamina dalam membangun pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari tanggungjawab sosial. “Sebelum tahun 2011 dan 2012, bentuk pertanggungjawaban sosial yang dilakukan oleh PT. Pertamina pada saat itu masih berbentuk charity, jadi langsung dikasih. Kemudian ada pengembangan akhirnya kami bentuk pemberdayaan,” paparnya. Sistem pemberdayaan di TBBM Rewulu sendiri terbagi dalam beberapa sektor, diantaranya adalah pertanian dengan mengelolah bibit, perikanan untuk pengolahan gurame, integrasi untuk pengolahan cacing dan jamur, dan sektor pengolahan sampah. Ayu juga menambahkan bahwa untuk tahun 2018 kedepan, pemberdayaan di TBBM Rewulu fokus pada pengolahan desa wisata herbal. “Salah satu konsepnya adalah rumah produksi jamu yang ada di tempat tersebut sebagai tempat untuk belajar jamu. Kita juga sudah bekerjasama dengan Museum Soeharto di Dusun Kemusuk sebagai bagian dari desa wisata kami,” tambahnya. (/ran)