Lajunya arus urbanisasi yang tinggi memberi dampak tersendiri bagi kawasan perkotaan. Pada tahun 2050 misalnya, diproyeksikan sebanyak 66 persen populasi manusia akan tinggal di perkotaan. Hal ini selain memberikan peluang namun juga celah munculnya permasalahan, seperti permasalahan pemukiman, pelayanan sosial yang kurang memadai, hingga permasalahan kesehatan. Dalam menghadapi permasalahan yang timbul tersebut, smart city hadir sebagai sebuah konsep yang menjanjikan bagi kawasan perkotaan. Smart city merupakan sebuah konsep dimana sebuah kota dapat secara efektif dan efisien mengelola sumber dayanya, baik sumber daya alam maupun manusia, guna membentuk tata kota yang memiliki kelayakan huni tinggi, nyaman, dan menerapkan aspek pembangunan berkelanjutan. Satu hal yang menarik dari konsep ini adalah penggunaan teknologi sebagai basis penunjang dari penerapan smart city.
Keluarga Mahasiswa Manajemen Kebijakan Publik (GAMAPI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) mencoba menarasikan konsep smart city melalui kegiatan tahunan mereka, Public Action. Dengan tema besar “Smart City sebagai Solusi Penyelesaian Masalah Publik di Indonesia”, Public Action mengundang mahasiswa Indonesia untuk mengirimkan esai dan paper mereka dengan subtema smart governance, smart economy, dan smart living. Melalui salah satu rangkaian acaranya, Public Action 2017 menyelenggarakan talkshow bertajuk “Liveable City as Part of Smart City in Indonesia” untuk membedah penerapan smart city di Kota Yogyakarta. Mengundang Wakil Walikota Kota Yogyakarta, Drs. Heroe Purwadi, M.A, kegiatan ini dilangsungkan pada Jumat (20/10) di Gedung BB lantai 4 Fisipol UGM.
Dimoderatori oleh Alfian Dwie, talkshow ini berupaya melihat pelajaran yang dapat diambil dari penerapan konsep smart city di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota pertama yang menerapkan smart city dalam tata kelola kota. Kota Yogyakarta sendiri dalam perkembangannya mengalami berbagai permasalahan perkotaan, misalnya saja keterbatasan lahan, urbanisasi, kemacetan, kemiskinan dan lain-lain. Oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta, konsep smart city digunakan sebagai kendaraan untuk mewujudkan visi kota, yaitu sebuah kota yang nyaman huni dan pusat pelayanan jasa yang berdaya saing kuat. Dalam praktiknya, kota memiliki tiga pemberdaya utama yaitu teknologi, masyarakat, dan tata kelola.
Lebih lanjut, Kota Yogyakarta saat ini sedang dalam tahap membangun infrastruktur penyokong smart city. Misalnya saja instalasi jaringan internet di berbagai sudut kota ataupun pembuatan aplikasi yang memudahkan masyarakat. Setelahnya, Pemkot Yoyakarta berencana untuk membangun dalam aspek sosial, karena masyarakat sebagai komponen vital smart city juga harus cerdas. Namun dalam penerapannya, Heroe tidak menampik adanya tantangan pengaplikasian smart city di Kota Yogyakarta. Misalnya masih minimnya komitmen pemangku kepentingan pembangunan, perangkat hukum, penyediaan sarana dan prasarana pendukung smart city, kapasitas sumber daya manusia pendukung smart city, pola pikir birokrasi, dan lain-lain.
“Selain itu, juga ada yang namanya 5K yang terdiri dari berbagai aktor, yaitu Kota (pemerintah kota), Kampung, Korporat, Kampus, dan Komunitas,” kata Heroe. Lebih lanjut ia menekankan pentingnya sinergi antara komponen ini dalam mewujudkan smart city. Implementasinya dapat ditilik misalnya melalui kerja sama antara komunitas dan kampus dalam pemberdayaan ataupun pembentukan inovasi berbasis ekonomi kreatif. Dalam hal ini, smart city memiliki peran untuk menciptakan ruang dialog dan sinergi antarkomponen masyarakat.