Dalam berbagai buku, pertemuan, maupun orasi sering mendefinisikan mahasiswa sebagai agent of change. Mahasiswa dianggap sebagai agen yang mampu memberikan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Salah satunya yang cukup fenomenal adalah peran mahasiswa dalam menggulingkan pemerintahan Soeharto melalui aksi demo. Kejadian tersebut kemudian kita kenal sebagai gerakan ’98.
Menurut Obed Kresna Widyapratista, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa dan Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM 2018, aktivisme dalam bentuk demo memang masih perlu dilakukan oleh mahasiswa. Namun, baginya untuk zaman sekarang, bentuk aktivisme tidak bisa hanya dipandang dalam bentuk demo saja. Mahasiswa yang konsen di bidang start-up untuk membantu masyarakat dalam menyelesaikan masalah, juga merupakan bagian dari pergerakan dan sikap kritis mahasiswa.
Obed yang merupakan mahasiswa Departemen Politik Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM ini menegaskan bahwa mahasiswa memang harus selalu kritis dalam menanggapi berbagai persoalan kemanusiaan. Sikap kritis ini bisa diekspresikan dengan caranya masing-masing. “Publik jangan melihat cara apa yang mereka bawa, tapi tujuan dari apa yang kita lakukan,” ungkap laki-laki kelahiran Gunung Kidul ini.
Obed mengungkapkan, tujuan dan substansi inilah yang juga harus dilihat dari orasinya di acara televisi nasional, Mata Najwa pada Rabu, 7 Februari 2018 lalu. Saat ditemui di Kantin Fisipol UGM (14/02), Obed menceritakan kembali dua poin yang ia sampaikan dalam acara tersebut. Substansi dari dua poin inilah yang seharusnya menjadi perbincangan bersama, bukan justru personality atau siapa yang menyampaikannya.
Pertama isu pendidikan. Menurutnya, isu pendidikan harusnya menjadi isu utama bagi mahasiswa. Dari tahun ke tahun juga isu pendidikan masih selalu relevan untuk diperjuangkan. Pendidikan murah, bisa membentuk karakter dan membangun rasa kemanusiaan adalah isu penting yang harus terus diperjuangkan dan tetap embedded dalam pergerakan mahasiswa sampai hal tersebut tercapai.
Kedua, isu keberagaman. Obed mengungkapkan bahwa isu keberagaman relevan di tengah kondisi politik yang seperti ini. Masyarakat sangat mudah dihasut dengan berbagai konflik identitas. Baginya, situasi seperti ini akan sangat mudah membuat bangsa menjadi terpecah belah. Oleh kerena itu, seharusnya pergerakan mahasiswa khususnya BEM KM UGM dan seluruh mahasiswa UGM harus ikut serta untuk terlibat memberikan pencerahan bagi banyak orang. “Bagi generasi muda dalam hal ini mahasiswa tentu kita bisa melakukan kampanye sosial dengan cara-cara kreatif untuk ‘merevitalisasi’ nilai-nilai dasar bangsa Indonesia yang dibangun bukan hanya berdasar satu identitas kelompok saja,” ungkapnya.
Dalam menanggapi kesuksesan melakukan orasi di acara Mata Najwa, Obed mengungkapkan bahwa apa yang disampaikannya di acara tersebut adalah hasil pemikiran bersama, teman-teman dari berbagai pihak di UGM. Obed menegaskan bahwa keberhasilannya tampil memukau di acara Mata Najwa adalah keberhasilan bersama. “Disini saya tidak mau menghilangkan peran teman-teman yang telah membantu mendiskusikan isu-isu tersebut,” tambahnya.
Di akhir perbincangan, Obed berharap kepada publik untuk tidak hanya melihat dari sosoknya tapi melihat mahasiswa sebagai sebuah keutuhan dengan keberpihakan pada kemanusiaan. “Jangan kita hanya terfokus pada orangnya tapi apa substansi dari yang kita katakan. Indonesia ini masih banyak yang perlu diperbaiki, perbaikan bukan dengan memuji-muji orang tetapi dengan melakukan aksi nyata,” paparnya. (/ran)