Demi mewujudkan smart city (kota pintar), tidak hanya dibutuhkan teknologi yang mumpuni, tetapi juga pemimpin yang berkomitmen penuh untuk melayani warganya. Dengan begitu, laporan warga akan permasalahan di sekitarnya tidak hanya akan menjadi berkas menumpuk, melainkan segera diatasi oleh pemerintah kabupaten atau kota. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pengembangan Bisnis QLUE, Jan Ramos Pandia, dalam gelaran ketiga PolGov Talks, Jumat (9/3), dengan tema “Teknologi, Pelayanan Publik, dan Partisipasi Warga: Pengalaman QLUE di Indonesia.”
Teknologi QLUE diharapkan dapat mengakselerasi perubahan perilaku pemerintah kota/kabupaten dengan meningkatkan ketanggapan, serta perilaku warga dengan mendorong partisipasi yang lebih aktif untuk menangani permasalahan kota. Dengan demikian, permasalahan sehari-hari seperti banjir, kemacetan, dan polusi udara dapat segera menjadi perhatian aparat pemerintah, dimulai dari tingkat kelurahan.
“Teknologilah yang akan mentransformasi Indonesia. Membuat pemerintah lebih responsif dan akuntabel, serta memampukan warga untuk melapor, curhat, bahkan memberikan ide dan inisiatif akan kota, kabupaten, ataupun negara mereka,” kata Ramos. QLUE sendiri bertujuan membantu perbaikan kota-kota besar ke arah smart city, sesuai jargon #BeraniBerubah.
QLUE, singkatan dari Quality Clues, merupakan aplikasi ponsel pintar (smartphone) yang mengintegrasikan data seluruh elemen pelayanan publik, mulai dari kepolisian, lalu lintas, rumah sakit unit daerah, hingga pasar tradisional. Data yang telah dihimpun kemudian ditampilkan secara visual pada dashboard QLUE yang dimiliki pemerintah kota.
Himpunan data tersebut dapat diakses oleh warga maupun pemerintah kota. Selain itu, QLUE bermanfaat untuk meningkatkan ketersambungan dan komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah, yaitu melalui fungsi pelaporan keluhan secara real time.
Pemerintah DKI Jakarta adalah yang pertama kali menggunakan QLUE di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). QLUE memudahkan pemerintah DKI untuk memantau performa tiap kelurahan dalam menangani laporan warga. Bersamaan dengan itulah, istilah Jumat Keramat menjadi populer.
“Seminggu sekali Pak Ahok mengumpulkan 250-an lurah di DKI untuk dievaluasi kinerjanya. Lurah bertugas mengelola satu teritori kecil. QLUE berfungsi menyediakan ranking performa Lurah dalam menanggapi laporan,” kata Ramos. Kini, QLUE mengubah algoritma untuk menentukan peringkat, dari ketanggapan lurah menjadi jumlah laporan yang diterima tiap kelurahan.
QLUE berhasil mendisrupsi birokrasi di perkotaan sehingga langsung dapat ditangani problem handler. Misalnya, parkir sembarangan segera ditangani kepolisian lalu lintas, sedangkan masalah kebersihan oleh pasukan oranye. QLUE juga menyediakan informasi mengenai harga komoditas di pasar tradisional sehingga warga dapat memantaunya terlebih dahulu sebelum berbelanja. Di samping itu, komunikasi antarwarga dimungkinkan oleh fitur neighborhood info. “Jika ada warga yang kehilangan kucing, warga lain dapat membantu,” ungkap Ramos.
Hingga kini, QLUE telah digunakan pemerintah daerah selain DKI Jakarta, yaitu Manado, Trenggalek, Probolinggo, Bima, Sidoarjo, dan Gorontalo. Fokusnya di tiap daerah pun disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing, seperti usaha kecil menengah, agrikultur, hingga transportasi umum. QLUE juga terus mengembangkan layanannya dengan menyediakan alat-alat sensorik seperti CCTV dan sensor udara. “Dengan begitu, kemampuan pemerintah untuk mengambil keputusan berbasis data juga meningkat,” kata Ramos.
Di masa depan, Ramos berharap QLUE dan aplikasi-aplikasi serupa lainnya dapat memotong birokrasi yang berbelit-belit. “Yang mendorong keaktifan warga adalah respon pemerintah. Oleh karena itu, saya menantang generasi muda sekarang, bila nanti menjadi bagian dari pemerintah, untuk menjadi pemimpin yang inovatif, terus memanfaatkan teknologi dan memiliki willingness untuk melayani publik.” (/KOP)