Pada bulan Maret ini dunia aktivisme khususnya yang bergerak di isu lingkungan kembali menuai pil pahit. Tiga aktivis yang memperjuangkan kasus pencemaran lingkungan di Sukoharjo ditangkap oleh pihak kepolisian. Tiga aktivis ini diantaranya adalah Muhammad Hisbun Payu (Is), Kevin Ferdiansyah Subekti dan Sutarno.
Ditangkapnya 3 aktivis lingkungan ini dibahas dalam diskusi yang bertajuk “Krisis Ekologi dan Kriminalisasi Aktivis” yang diselenggarakan oleh Managemen Administrasi Publik (MAP) Corner-Club (13/03), Heri selaku perwakilan Aliansi Sukoharjo Melawan Racun (SAMAR) menceritakan kronologi penangkapan tiga aktivis tersebut. Diskusi yang bertempat di Lobby MAP Fisipol Unit II UGM ini juga menghadirkan Totok Dwi Diantoro selaku Dosen Fakultas Hukum UGM dan Ivan Wagner Bakara dari Lembaga Bantuan Hukum (BLH) Semarang sebagai pembicara.
Heri mengungkapkan bahwa terjadinya kriminalisasi tiga aktivis ini bermula dari keresahan warga atas bau busuk yang dihasilkan dari pabrik Perseroan Terbatas Rayon Utama Makmur (PT RUM). “Warga resah karena udara yang sudah tidak segar, bau buruk seperti septic tank,” ungkapnya. Keresahan ini kemudian menggerakkan warga untuk menuntut diberhentikannya operasi PT RUM.
Heri menjelaskan, tuntutan tersebut menuai jalan yang cukup panjang. Aksi pertama warga meminta PT. RUM untuk menghilangkan bau busuk yang ada di sekitar pemukiman. Namun, sebulan berlalu PT. RUM tidak memenuhi tuntutan tersebut. Hal inilah yang mendorong warga melakukan blokade pintu masuk pabrik PT.RUM. Di aksi selanjutnya, warga melakukan pertemuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan harapan bisa membantu menyelesaikan persoalan tersebut. Tidak hanya itu, warga juga sempat menemui bupati untuk menuntut penutupan PT.RUM.
Namun, usaha-usaha ini tidak menuai hasil yang diinginkan. Hingga akhinya tepat tanggal 23 Februari lalu terjadi pembakaran ban dan perusakan pos satpam di area PT RUM. Heri menuturkan bahwa kejadian inilah yang menjadi alasan penangkapan 3 aktivis lingkungan.
Menurutnya, penangkapkan tersebut sangat tidak etis dan tidak tepat. Hal ini mengingat ketiganya adalah aktivis yang memperjuangkan hak-hak warga atas lingkungan yang bersih. “Surat penangkapan juga ditulis dengan tangan dan tanpa nama,” tambahnya.
Ivan yang juga bertindak sebagai pengacara ketiga aktivis ini mengungkapkan bahwa kriminalisasi aktivis lingkungan memang bukan hal baru. Menurutnya, gesekan kepentingan adalah faktor utama maraknya fenomena tersebut. Kriminalisasi atas isu lingkungan menjadi upaya mendeligitimasi konstitusional hak atas alam yang mana seharusnya merupakan hak semua orang. “Lingkungan adalah hak setiap orang. Namun, hak penguasaan atas lingkungan ada di tangan negara,” jelas Ivan.
Pemodal yang tidak punya legitimasi atas lingkungan melakukan segala cara untuk menguasai lingkungan. Salah satunya adalah proses kriminalisasi aktivis maupun masyarakat yang menghalangi kepentingan para pemodal.
Dalam pemaparannya, Totok juga membenarkan hal tersebut. Menurutnya, pejuang lingkungan memang rawan mengalami kriminalisasi. Instrumen hukum yang belum mewadai menyebabkan semakin maraknya fenomena kriminalisasi. “Ini tidak hanya meninpa aktivis lingkungan tapi juga pejuang kepentingan publik lainnya. Seperti yang dulu pernah terjadi pada Prita Mulyasari,” jelasnya.
Totok mengungkapkan bahwa kriminalisasi juga merupakan bagian dari strategi pemilik usaha untuk menutup partisipasi masyarakat dalam memperjuangan kepentingan publik. Para pemilik usaha ini tidak hanya menuntut perdana tetapi juga perdata.
“Memang sudah ada Pasal 66 yang berbunyi bahwa setiap orang yang memperjuangkan lingkungan tidak bisa dituntut,” paparnya. Namun, undang-undang ini tidak cukup kuat untuk menghindari proses kriminalisasi. Menurut Totok, Pasal 66 tidak memiliki kejelasan yang kuat. Masih ada beberapa kalimat yang multitafsir. Salah satunya terdapat dalam kalimat yang berbunyi “memperjuangkan secara hokum,” kalimat inilah yang menjurus pada penafsiran bahwa demo tidak dianggap sebagai bagian dari hukum. Bagi Totok, cela-cela ini akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (/ran)