Dalam dunia fotografi, tentu tidak hanya berhenti pada memotret objek. Untuk menghasilkan gambar yang mengagumkan, ada beberapa ketentuan ataupun skill yang harus dimiliki. Oleh karena itu, Career Development Center (CDC) kembali mengadakan Soft Skill Mastering bertajuk “Kelas Fotografi Dasar” (23/03). Bertempat di Gedung BA, Ruang 103 Fisipol UGM, CDC menghadirkan Gunawan Eko Prasetyo dan Hadyan Adi Susanto dari Digital Media and Communication Research Center (DECODE) sebagai trainer dalam kelas ini.
Dalam pemaparan awal, Gunawan menjelaskan secara singkat pengertian fotografi. “Fotografi berasal dari kata photography yang merupakan gabungan dua kata Yunani yaitu Fos berarti cahaya dan Grafo yang berarti melukiskan,” jelasnya. Oleh karena itu, kita bisa mendefinisikan bahwa fotografi adalah proses melukis dengan menggunakan media cahaya.
Dari definisi ini, bisa disimpulkan bahwa cahaya adalah faktor penting dalam proses pemotretan. Maka dari itu, menurut Gunawan, sebagai pemula kita wajib mengenal elemen-elemen yang mengatur pencahayaan atau sering disebuat dengan “Segitiga Eksposur”.
Segitiga eksposure (Exposure Triangle) merupakan tiga elemen atau pengaturan yang bekerjasama untuk membentuk sebuah pencahayaan. Gunawan mengungkapkan, dalam hal ini kita bisa memanfaatkan peran lightmeter yang ada di kamera.
Elemen pertama adalah shutter speed. Pada pengaturan ini sebagaian besar kamera dinyatakan dalam satuan detik dari 30 detik hingga 1/8000 detik. Dimana indikasi detik akan ditandai dengan tanda titik dua atas (”). Sedangkan kecepatan dibawah 1 detik dinyatakan hanya dengan bilangan denominator. “Misalnya 1/15 detik ditampilkan dengan angka 15 saja,” ungkap Gunawan. Kunci dari pengaturan ini adalah semakin tinggi shutter speed-nya maka semakin sedikit cahaya yang diterima oleh sensor dan sebaliknya.
Elemen kedua adalah diafragma atau bisa disebut sebagai bukaan lensa (aperture). Bukaan lensa merupakan lubang yang dibentuk oleh bilah diafragma lensa. Gunawan menganalogikan bukaan lensa dengan mata manusia. “Jika disamakan dengan mata manusia, maka diafragma adalah iris mata dan aperture adalah pupil mata,” paparnya.
Kunci dari pengaturan ini adalah semakin besar lubang aperture maka semakin banyak pula cahaya yang masuk dan diterima oleh sensor atau sebaliknya. Aperture sendiri dinyatakan dalam satuan f/stop. “Misalnya F/1.4 maka kita menyebut aperture 1.4. Semakin besar angka denominator yang disebutkan maka sebenarnya nilai ukuran lubang aperture-nya semakin kecil,” jelas Gunawan.
Elemen ketiga adalah ISO (International Standard Organization). ISO sendiri berkaitan dengan standar sensitivitas sensor dalam menerima dan menyerap cahaya. Hadyan mengungkapkan bahwa kunci dari ISO adalah semakin tinggi ISO maka semakin tinggi pula sensitivitas sensor dalam menyerap cahaya. Sehingga cahaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan gambar menjadi lebih sedikit. Namun, penggunaan ISO yang tinggi akan mempengaruhi kualitas foto. Jika semakin tinggi ISO Speed-nya akan terlihat semakin kasar foto yang dihasilkan. “Biasanya akan semakin kelihatan bintik-bintik noise-nya,” tambah Hadyan.
Hadyan menyarankan, bagi pemula usahakan gunakan speed yang aman (safe speed) yaitu 60. “Jangan gunakan speed yang dibawah 60. Jika objek bergerak maka gunakan speed diatas 60,” jelasnya.
Di akhir pemaparannya, Hadyan menekankan bahwa kunci mahirnya fotografer adalah praktik. Semakin sering kita praktik maka semakin kita akan memahami cara kerja kamera dan memperkuat skill dalam mengambil gambar. Jika sudah mahir teknik dan komposisi, usahakan juga belajar photoshop untuk editing karena ketiganya adalah rangkaian proses yang akan mempercantik foto. (/ran)