Pembajakan adalah sebuah kejahatan dan masalah yang masih menghantui pelaku imdustri perfilman di tanah air. Bahkan kini tengah marak, modus pembajakan film yang terbaru dengan merekam film secara ilegal melalui siaran langsung sosial media seperti bigolive atau instagram story. Melihat fenomena ini, Center for Digital Society, Ketua Persatuan Artis Film Indonesia, Marcella Zalianty, untuk berbagi bagaimana melawan pembajakan film di era digital dalam acara bertajuk Digitalk, Rabu (26/7) di Auditorium Lantai 4 Fisipol UGM. Diskusi kali ini dimoderatori oleh Fairuz Mumtaz yang merupakan pegiat literasi radiobuku.
“Pembajakan di negara kita cukup marak, kita tahu di internet banyak sekali situs-situs yang menyediakan tontonan gratis baik mancanegara maupun nasonal Indonesia. Ada juga CD yang dijajakan jauh lebih murah dibawah standard tentu kualitas juga rendah. Selain dua hal itu, ada hal yang cenderung kita luput yaitu warnet sampai sekarang beberapa warnet masih menyediakan unduhan film salah satunya ada di Jalan Solo,” jelas Fairuz Mumtaz.
Menurut Fairuz Mumtaz pada Agustus 2015, Kementerian Komunikasi dan Informasi melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang terindikasi melakukan pembajajan. Akan tetapi cara ini tidak membuat para pemiliki situs berhenti, mereka dengan lihainya berpindah dari satu domain ke domain lain dan kita masih bisa melacaknya hingga hari ini.
Hal senada juga disampaikan oleh Marcella Zalianty, ia mengatakan bahwa cara-cara yang ditempuh bersama dengan PARFI ialah bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk mengoptimalkan fungsi, artinya pelaku industri bekerjasama dengan instansi pemerintah untuk melakukan edukasi secara kontinu dalam membangun kesadaran masyarakat. Kedua, kepolisian ini harus berperan lebih aktif dan berkoordinasi lebih kuat lagi dalam memberantas pembajak. Ketiga, soal mendidik yaitu membangun kesadaran berbagai elemen masyarakat bahwa pembajakan adalah hal yang dapat merugikan banyak pihak.
Melalui PARFI 56, Marcella berharap dapat memperbaiki perfilman Indonesia. “PARFI kini turut melibatkan artis junior maupun senior dalam keanggotaannya seperti Deddy Sutomo (salah satu aktor Mencari Hilal) dan Prilly Latuconsina yang kita rekrut sebagai ketua bidang humas di PARFI. Kita juga dalam proses pembentukan PARFI daerah, di Jogjakarta sudah ada yang minta diberikan mandat untuk mengurusi PARFI. Mulai Bulan Agustus kita akan mulai keliling daerah untuk membentuk PARFI,” ungkap Marcella Zalianty.
Ia menyoroti dua permasalahan perfilman Indonesia yang menurutnya masih belum teratasi hingga saat ini. Pertama persoalan ekosistem dan kedua sumber daya manusia (SDM). Ekosistem terkait dengan infrastruktur, SDM terkait dengan peran pemerintah dalam menyiapkan manusia-manusia yang memiliki daya saing.
“Kita bertahap, perubahan fundamental yang harus dilakukan adalah mengembalikan PARFI pada fungsinya. PARFI menjadi organisasi profesi bukan organisasi massa. Pada masanya PARFI sempat disetir oleh kepentingan politis. Mengapa PARFI sekarang menjadi PARFI 56? Karena saya berharap senior-senior mau turun tangan membenahi dan mengembalikan PARFI pada fungsinya,” imbuh Marcella.
Sebelum mengakhiri pemaparannya, ia menambahkan pesan agar anak-anak muda bergabung dalam organisasi-organisasi terkait film terutama PARFI. Ia berharap kontribusi dari anak-anak muda termasuk mahasiswa Universitas Gadjah Mada dapat memberikan perbaikan terhadap perfilman Indonesia terutama dalam memerangi pembajakan film di era digital. (/dbr)