Aspek Normatif dalam Pemberian Bantuan Peningkatan Kapasitas Keamanan Siber Internasional pada Diskusi Cangkir Teh #5

Yogyakarta, 30 September 2021─Institute of International Studies atau IIS HI UGM kembali menghadirkan Diskusi ‘Berbincang dan Berpikir tentang HI’ Cangkir Teh pada akhir September, tepatnya pada hari Kamis (30/9). Pada Diskusi Cangkir Teh yang kelima ini, IIS HI UGM menghadirkan Azza Bimantara, Lulusan Magister dari Corvinus University of Budapest, untuk membawakan topik bertajuk “Aspek Normatif dalam Pemberian Bantuan Peningkatan Kapasitas Keamanan Siber Internasional: Pengalaman Jepang dan Korea Selatan”.

Dipandu oleh Nabilah Nur Abiyanti selaku Staf Riset IIS HI UGM, Azza memulai pemaparannya dengan menjelaskan pemberian bantuan peningkatan kapasitas keamanan siber, atau cybersecurity capacity building (CCB), secara umum terlebih dahulu. Mulai dari definisi, urgensi, serta norma yang terdapat dalam CCB itu sendiri. Dalam pemaparannya, Azza menjelaskan bahwa CBB adalah kerja sama antar negara dalam bentuk pemberian bantuan dari negara donor ke negara penerima guna meningkatkan kemampuan di bidang keamanan siber. Mengingat ranah siber semakin meluas dan berhasil menghubungkan dunia, CCB pun menjadi semakin penting.

Azza memaparkan bahwa CCB, yang merupakan suatu kebijakan luar negeri, tidak dapat dilepaskan dari kerangka normatif yang terdapat pada negara-negara donor penyedia CCB. Sesuai dengan tajuknya, Azza menggunakan pengalaman Jepang dan Korea Selatan untuk memaparkan “kerangka normatif” dalam CCB secara lebih lanjut.

Selanjutnya, Azza memaparkan perbedaan yang cukup kentara pada norma keamanan siber domestik di Jepang dan Korea Selatan. Di Jepang, keamanan siber lebih berkaitan dengan negara sebab diurus oleh Kementerian Pertahanan. Sementara itu, di Korea Selatan, isu keamanan siber yang dipegang oleh Kementerian ICT, justru lebih cenderung berkaitan dengan aktor-aktor perekonomian dan bisnis. Perbedaan norma keamanan siber domestik di Jepang dan Korea Selatan inilah yang membuat CCB yang diberikan oleh kedua negara memiliki orientasi yang cenderung berbeda pula. Meski sama-sama berupaya untuk meningkatkan citra di ranah internasional, orientasi CCB yang diberikan oleh Jepang cenderung untuk menyebarkan norma demokrasi dan HAM, sementara Korea Selatan menjadikan CCB sebagai perwujudan kewajibannya selaku negara maju. (/hfz)