• Tentang UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • WebMail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Fisipol
    • Sambutan Dekan
    • Visi dan Misi
    • Struktur Fakultas
    • Sejarah
    • Departemen
      • Departemen Ilmu Hubungan Internasional
      • Departemen Ilmu Komunikasi
      • Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik
      • Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
      • Departemen Politik dan Pemerintahan
      • Departemen Sosiologi
    • Keterlibatan Internasional
    • Inovasi 4.0
    • Merchandise
      • Katalog Merchandise
      • Hubungi Kami
  • Akademik
    • Program
      • Sarjana (S1)
      • Magister (S2)
      • Doktoral (S3)
      • Immersion
      • International Undergraduate Program (IUP)
    • Sistem Penerimaan
      • Mahasiswa S1
      • Mahasiswa S2
      • Mahasiswa S3
      • Mahasiswa IUP
      • International Students
    • Akademik
      • Kalender
      • Penerimaan
  • Riset dan Publikasi
    • Direktori
    • Unit Riset dan Publikasi
  • Pendukung
    • Unit Pendukung
    • Materi Publikasi
    • Fasilitas
  • Informasi Publik
  • Beranda
  • Berita
  • Beban Harapan

Beban Harapan

  • Berita, PUB
  • 13 Januari 2015, 07.43
  • Oleh: fisipol
  • 0

Siapapun yang mengamati Pilpres Indonesia 2014 akan setuju bahwa Jokowi memang fenomenal. Peroleham suaranya dalam pilpres mungkin biasa-biasa saja. Dengan hanya 53% suara, prestasi elektoralnya sama sekali tak mengesankan. Tapi kiprahnya dalam pilpres telah menyalakan minat politik banyak kalangan. Kalangan muda yang biasanya cenderung apatis terhadap politik, tiba-tiba nampak bergairah meyuarakan suaru politiknya.

Kalau pun hasil pilpres kemarin tak begitu mengensankan, voluntarisme yang muncul dari bawah tetap saja luar biasa menarik. Voluntarisme yang didasarkan pada keyakinan dan harapan pada sosok Jokowi ini adalah warisan tahun politik 2014 yang akan dicatat dengan meriah dalam sejarah Indonesia. Dalam tahun itu, Jokowi dirayakan sebagai sebuah harapan baru bagi Indonesia baru.

Pertanyaannya kini: apakah keyakinan dan harapan besar pada Jokowi itu adalah hal nyata, seperti oasis di padang pasir? Ataukah itu hanya fatamorgana semata-mata? Demi kebaikan seluruh bangsa, kita tentu patut berharap bahwa harapan itu nyata. Tapi dalam masa 3 bulan awal pemerintahannya ini, Jokowi ternyata tak mudah membuktikan diri sebagai oasis yang sebenar-benarnya. Jokowi nampak kesulitan membuktikan pemenuhan harapan-harapan besar yang dibebankan publik terhadap pemerintahannya.

Tentu saja pencapaian prestasi pemerintahan memerlukan waktu tak singkat. Tapi dalam tiga bulan terakhir ini Jokowi sudah kesulitan untuk membuktikan hal sederhana saja: bahwa ia adalah politisi independen yang akan meletakkan loyalitas pada bangsa dan negara di atas loyalitas pada partai pengusung dan pendukungnya. Kanan-kiri Jokowi kini dipenuhi orang-orang yang ditengarai adalah titipan parpol. Pengangkatan mantan ajudan Megawati sebagai Kapolri, lagi-lagi menambah daftar orang-orang seperti itu.

Ini sebenarnya lumrah. Tapi publik ingat betapa janji akan pemerintahan yang profesional dan tak dibebani titipan kepentingan partai sangat kuat bergema menjelang pilpres dulu. Kini angan-angan tentang pemerintahan yang ramping, profrsional, serta bersih dari tengarai korupsi dan beban kesalahan politik masa lalu, musnah hanya sesaat setelah 20 Oktober 2014. Mimpi indah publik berakhir terlalu cepat. Sementara itu, Jokowi juga bukan orang yang pandai memilih kata-kata untuk mengobati kekecewaan publik, termasuk para relawan sendiri.

Singkat kata, pemerintahan ini nampak mengkhawatirkan. Padahal Jokowi akan menjadi Presiden RI setidaknya hingga 2019. Apa yang perlu dilakukan kini di ranah masyarakat? Ada beberapa hal dasar.

Pertama, masyarakat harus perlahan mengembalikan kohesifitas civil society yang terganggu selama masa pilpres. Tak bisa dipungkiri, pilpres yang hanya diisi oleh laga antara dua pasang calon itu telah membagi masyarakat ke dalam dua kubu besar pendukung masing-masing capres. Keterbelahan ini tak sepenuhnya pulih hingga sekarang. Para pendukung Prabowo akan tetap melihat semua sisi negatif Jokowi. Sebaliknya para pendukung Jokowi akan tetap membela jagoannya dari segala tudingan negatif. Akibatnya, kritisme pada pemerintahan RI tak jarang diidentikkam demham ‘pro-Prabowo’ atau ‘gagal move-on’. Setiap individu kini harus keluar dari jebakan pilpres. Pemerintahan Jokowi adalah pemerintahan RI yang berlaku bagi seluruh warga RI, baik yang tempo hari pro-Jokowi maupun pro-Prabowo.

Kedua, jika kohesifitas civil society ini bisa mulai dipulihkan, langkah berikutnya adalah menggunakan kohesifitas itu untuk menegakkan kontrol publik kepada pemerintah sebagai pengemban kepentingan publik. Demokrasi hanya bisa benar-benar terlembaga apabila seluruh urusan publik berada di bawah popular control dan masyarakat memiliki hak yang sama dalam mengembangkan pengawasan itu.

Ketiga, dalam rangka menguatkan pengawasan itu kita harus mengembalikan fungsi lembaga-lembaga civil society sebagai penyeimbang negara. Tak bisa dipungkiri, selama pilpres lalu cukup banyak lembaga-lembaga civil society yang bertransformasi menjadi mesin politik pemenangan capres. itu termasuk LSM, media massa, universitas, bahkan pesantren. Sebagian dari lembaga-lembaga itu malah bermain poitik tak ubahnya parpol. Itu semua harus diakhir, agar demokrasi kita bisa tetap sehat, dan harapan besar yang dibebankan pada pemerintahan baru ini bisa terwujud.

Beban Harapan

Tags: fisipol fisipolugm ugm

Berita Terbaru

  • Wellness Center Fisipol UGM Kembali Adakan Pemeriksaan Rutin
  • Visitasi Lembaga Akreditasi Internasional FIBAA Batch 3 di FISIPOL UGM
  • FISIPOL UGM Diskusikan Posisi Demokrasi di Eropa di Tengah Bangkitnya Gerakan Populis
  • FISIPOL UGM Terima Kunjungan Alumni yang Menjadi Duta Besar RI
  • PSdK UGM Gelar Diskusi, Persoalkan Partisipasi Publik dalam Demokrasi
  • Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Gelar Diskusi dan Bedah Buku “Social Media and Politics in Southeast Asia
Universitas Gadjah Mada

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

Tentang Fisipol

  • Sambutan Dekan
  • Sejarah
  • Struktur Fakultas
  • Visi dan Misi
  • Departemen

Akademik

  • Kalender Akademik
  • Kalender Penerimaan
  • Program
  • Sistem Penerimaan
    • Informasi Publik

Riset Publikasi

  • Pendukung
  • Bookmark
  • Riset dan Publikasi
  • Materi Publikasi

Aktual

  • Berita
  • Agenda Fisipol
  • Informasi Umum
  • Pojok Fisipol
  • Photo Gallery
  • YouTube Channel

INFORMASI PUBLIK

  • Permohonan Informasi Publik
  • Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Informasi Wajib Berkala
  • Australia-Indonesia in Conversation (AIC)

© 2018 | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY