Belajar Membuat Powerful Cover Letter dengan Menggunakan Teknik Heroes-vs-Villains Archetype Storytelling

Yogyakarta, 3 September 2020—“Cover letter merupakan salah satu syarat administratif yang kerap kali dibutuhkan dalam melamar kerja atau magang. Oleh sebab itu, cover letter yang memiliki daya tarik tinggi sangat diperlukan untuk menyukseskan proses rekrutmen. Setidaknya, 49% manajer SDM mempertimbangan cover letter sebagai hal terbaik kedua yang dapat menaikkan resume pelamar”, begitulah yang disampaikan oleh Stephanie Wijanarko, Program Director of VOOYA, dalam pengantar materinya pada webinar “Powerful Cover Letter: Teknik Heroes-vs-Villains Archetype Storytelling”.

Dalam acara yang diselenggarakan oleh CDC Fisipol UGM bekerja sama dengan VOOYA ini, Stephanie menjelaskan beberapa kesalahan dasar yang sering terjadi dalam penulisan cover letter, mulai dari saltik (typo), panjang isi, hingga pesan yang ingin disampaikan. Sebab sebuah cover letter berisikan penjelasan mengenai apa-apa yang membuat seorang pelamar unik dan cocok untuk posisi yang dilamar, Stephanie menegaskan bahwa cover letter perlu ditulis dengan gaya unik dan otentik dengan menggunakan metode storytelling. Penyampaian pesan dengan metode storytelling dapat maksimal apabila pelamar mengenali dirinya dengan baik, salah satunya dengan mengetahui heroic archetype-nya.

Heroic Archetype dapat membantu seseorang meningkatkan kesadarannya dan memberikan gambaran mengenai kekuatan, kelemahan, dan nilai-nilai yang dijunjungnya melalui storytelling. Seseorang juga dapat menciptakan versi pahlawannya sendiri berdasarkan hasil archetype-nya yang paling tinggi. Stephanie pun menjelaskan seluruh heroic archetype satu per satu, mulai dari penjelasan singkat mengenai tiap archetype, kelebihan dan kekurangan, apa yang ingin diraih, ketakutan, juga orientasi tindakan masing-masing archetype. Selain itu, Stephanie juga memberikan tips berupa pertanyaan apa yang bisa digali oleh masing-masing archetype untuk mengeksplorasi dan menggambarkan diri sebaik mungkin di cover letter. Stephanie menegaskan bahwa penggunaan heroic archetype untuk penggambaran diri tidak hanya bisa digunakan untuk cover letter saja, tetapi bisa pula digunakan saat wawancara.

Stephanie juga menjelaskan mengenai pentingnya menentukan tujuan yang ingin dicapai—sebuah langkah sebelum akhirnya seseorang menuliskan pengalaman hidupnya. Menentukan tujuan dapat dilakukan dengan metode “Why Statement”, sebuah metode yang mudah dan jelas, dan dapat diaplikasikan pada awal permulaan karier seseorang. Metode ini juga berfokus pada bagaimana seseorang dapat memberikan dampak bagi dirinya dan orang lain. Seseorang juga dapat membuat “Why Statement” sebanyak mungkin hingga ia menemukan satu pernyataan yang sangat sesuai dengan dirinya, tambah Stephanie.

Kombinasi dari heroic archetype dan “Why Statement” lah yang kemudian akan menghasilkan sebuah kisah hidup yang baik. Heroic archetype yang berisikan deskripsi dan penggambaran diri, dikombinasikan dengan Why Statement yang berisikan impian diri dan dampak dari impian tersebut, dapat menghasilkan narasi hidup yang memberikan insight lebih dalam mengenai diri seseorang dan bagaimana orang tersebut akan mencapai impiannya melalui storytelling yang mengikat pembacanya. Tentu saja tidak lupa Stephanie juga memberikan contoh dan struktur storytelling yang dapat digunakan sesuai dengan rumus yang sudah ia jelaskan.

Beberapa hari sebelum webinar dilaksanakan, para peserta yang mendaftar mendapatkan pranala tes untuk melihat heroic archetype mereka. Sehingga, pada saat webinar dilaksanakan, para peserta dapat memahami konteks yang dijelaskan oleh Stephanie pada sesi pemaparan materi. Pada sesi tanya jawab pun, banyak di antara peserta yang menanyakan penggunaan archetype mereka dalam melamar pekerjaan pada Stephanie secara langsung.

Dalam pernyataan penutupnya, Stephanie mengingatkan para peserta untuk tidak usah minder sebab tiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana seseorang mampu menonjolkan dirinya agar lebih menarik, tetapi tetap menjadi diri sendiri. Moderator acara—Alfira Nuarifa—pun menutup webinar yang diadakan melalui Zoom Meeting ini pada pukul 14.25 WIB. (/hfz)