Jika mendengar nama Semar dan Petruk pasti pikiran kita langsung tertuju pada cerita pewayangan ribuan tahun silam. Sehingga dua sosok ini sudah tidak begitu populer di kalangan generasi milenial. Namun, bagaimana jadinya kalau dua sosok ini berwujud teknologi Artificial Intelligence (AI)? Menggabungkan dua hal yang mempunyai perbedaan waktu cukup lama, zaman terdahulu dan sekarang.
Keunikan ini ditemukan oleh Lamia Putri Damayanti, S.IP dalam penelitiannya yang berjudul “Praktik Jurnalisme pada Situs Kurasi Berita (Studi Kasus Praktik Jurnalisme BerbasisTeknologi Artificial Intelligence pada Situs Beritagar.id)”. Penelitian ini merupakan satu diantara 65 hasil penelitian yang dipaparkan dalam Fisipol’s Research Days 2017.
Bertempat di Digilib Cafe & Student Lounge (21/11), Lamia mempresentasikan hasil penelitiannya bersama 5 peserta lainnya. Diantaranya adalah Eva Ulviati, S.Pd., M.A dengan penelitian yang berjudul “Representasi Ciuman Romantis-Seksual (Romantic-Sexual Kissing) dalam Film Drama Indonesia”, Yesandia Oktolawanda Utomo dengan penelitian “Selepas 1998: Analisi Struktur Narasi “Pasca Reformasi 1988” Pementasan “Yang Fana adalah Waktu. Kita Abadi” oleh Teater Garasi”, Geovanni Surya Dehobo, S.IP dengan penelitian “Proses Komunikasi Persuasif pada Komunitas Pendamping “Anak Rawan” di Yogyakarta (Studi Kasus pada Komunitas PKMW Bosskid dan Komunitas Ledhok Timoho”, dan Fitrinanda An Nur, S.I.Kom dengan penelitian “Gaya Hidup Muslimah Urban di Instagram (Analisis Isi Representasi Gaya Hidup Muslimah Urban dalam Akun Instagram Dian Pelangi)”.
Dari latar belakang penelitiannya, Lamia menganggap bahwa perkembangan teknologi baru telah merubah banyak sektor kehidupan, salah satunya adalah praktik jurnalisme. Hal ini ditemukan dalam praktik jurnalisme yang dilakukan oleh Beritagar.id. Situs ini merupakan situs berita online yang menggunakan teknologi AIsebagaipenunjangdalam proses penulisan berita. Lamia mendeteksi bahwa keberadaan teknologi AIini salah satunya mampu menggeser kerja-kerja yang ada di dalam ruang redaksi.
Teknologi AIyang diberi nama Semar dan Petruk ini mempunyaiprinsip kerja yang berbeda. Pertama, Petruk akan mencari data dan informasi dari berita online. Secara otomatis, melalui sistem Machine Learning (ML) Petruk akan “mengendus” berita apa saja yang ada di internet, kemudian mempelajarinya. Selanjutnya melalui Neuro-Linguistic Programming (NLP), Petruk akan menuliskan kembali berita-berita yang telah dipejarinya.
Hasil tulisan ini akan diserahkan ke editor untuk melewati proses editing. Tulisan tersebut tidak lantas langsung diunggah, tetapi dikembalikan ke Petruk untuk dipelajari kembali. Artinya, disini Petruk akan membaca pola berita yang sesuai dengan keinginan editor.
Kedua, dari hasil pengamatan Lamia, peran Semar dalam hal ini adalah sebagai mesin rekomendasi yang secara otomatis membantu pembaca mendapatkan berita relevan dengan individu pembaca tersebut. Melalui algoritma tertentu, Semar dapat menyajikan konten yang lebih interakif dan sesuai dengan preferensi pembaca.
“Prinsipnya, mesin ini mampu memprediksi konten atau iklan yang relevan dengan pembaca, tanpa pembaca merasa terganggu,” paparnya. Semar akan mendeteksi preferensi si pembaca melalui ketertarikan artikel apa saja yang pernah dibaca. Selanjutnya, Semar akan mengkategorikannya dalam sebuah kelompok ketertarikan. Sehingga secara otomatis si pembaca akan mendapat rekomendasi sesuai dengan ketertarikannya.
Meskipun nampak canggih, menurut Lamia kedua robot ini juga memiliki keterbatasan dan kelemahan. Dari hasil analisisnya, Lamia memaparkan bahwa Petruk masih memiliki porsi sebesar 40% setiap bulan dalam memproduksi berita. Selain itu, tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh Petruk masih kurang beraturan dan belum memenuhi standar jurnalisme. “Untuk sebuah mesin, Petruk sudah memenuhi kriteria untuk mengumpulkan cerita lengkap. Namun, kelengkapan informasi tidak dibarengi dengan konteks yang utuh dalam sebuah tulisan,” jelas alumnus Ilmu Komunikasi UGM ini. (/ran)