Prof. Dr. Partini, SU., telah resmi menjadi Guru Besar dalam Bidang Sosiologi. Bertempat di Ruang Balai Senat Universitas Gadjah Mada, prosesi pengukuhan guru besar Partini dihadiri oleh majelis wali amanat, dewan guru besar, senat akademik, rektor, wakil rektor, pimpinan fakultas, dan segenap civitas akademika UGM. Dalam prosesi, guru besar perempuan pertama di Fisipol tersebut memberikan pidato yang berjudul Perubahan Peranan Perempuan: Peluang dan Tantangan.
Partini mengungkapkan bahwa selama menekuni studi perempuan, banyak hal yang berubah, terutama sejak maraknya penggunaan teknologi advanced yakni teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini ditandai dengan dominasi generasi Y (lahir pada tahun 1977-1994) dan generasi Z (lahir setelah tahun 1995) di dalam masyarakat. Kehidupan generasi Y dan Z sebagai generasi milenial inilah yang disebut sebagai digital native. “Istilah digital native digulirkan pertama kali tahun 2001 oleh Pengarang Amerika Serikat, Prensky. Ia mengatakan bahwa digital native adalah generasi muda yang tumbuh dikelilingi komputer, ponsel, dan perangkat lain yang selalu terhubung secara online,” tambahnya.
Menurut Partini, generasi tersebut ditandai dengan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap penggunaan smartphone. Kondisi tersebut menimbulkan dampak negatif, Partini menyebutnya sebagai mobile phone addiction atau sindrom monophobia. Dengan mengutip Manuel Castell (1996), dalam pidatonya Partini menjelaskan bahwa teknologi telah menghegemoni kehidupan masyarakat dan membuat dunia menjadi datar seolah tanpa struktur dan kultur, manusia kini berada pada masyarakat jaringan atau network society. Hal ini tentu menimbulkan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. “Perubahan tersebut telah melampaui batas modernitas dan membawa kita pada era post-modernnis, post-strukturalis, post-colonialis, dan post-post lainnya,” paparnya.
Salah satu perubahan yang cukup kentara adalah peranan perempuan dalam masyarakat. Partini mengungkapkan bahwa terdapat dua hal yang mendasar dalam perubahan peranan perempuan dalam masyarakat. Pertama, pergeseran peran perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan. Pergeseran ini diawali dengan meningkatnya pendidikan dan masuknya perempuan pada pendidikan formal yang terjadi sejak diterapkannya WID (Women in Development) dan WAD (Women and Development). Hal ini bisa dilihat dari jumlah mahasiswa UGM, baik tingkat strata satu maupun strata dua yang didominasi oleh perempuan. Dari penelitiannnya, Partini juga menemukan bahwa menurunnya jumlah laki-laki di sektor pekerjaan formal, diikuti dengan meningkatnya tenaga kerja perempuan di sektor yang sama. “Penggunaan teknologi informasi juga telah membuka peluang bagi perempuan untuk terlibat pada pekerjaan berbasis teknologi. Pemanfaatan teknologi informasi selain membutuhkan kecerdasan juga membutuhkan ketekunan dan ketelitian. Kedua karakter terakhir tersebut cenderung dimiliki perempuan,” tambahnya.
Kedua, pergeseran peranan dalam pernikahan dan transformasi nilai budaya. Menurut Partini, pergeseran peranan perempuan juga terjadi dalam pembentukan institusi keluarga serta pengasuhan dan pendidikan anak. Salah satu contohnya adalah proses domestifikasi peran ayah dimana masa sebelumnya nilai-nilai motherhood yang lebih dominan. Dengan perkembangan teknologi yang sekarang, peran ayah dan ibu di dalam keluarga mulai seimbang. Dalam kondisi ini, anak-anak tumbuh sebagai pribadi dalam budaya parental dengan nilai-nilai feminim dan maskulin yang positif. Partini menganggap hal tersebutlah yang menjadi bayangan ideal keluarga baru di era milenial.
Dalam penutup pidatonya, Partini melemparkan sebuah tantangan dan peluang bagi semua pihak. Bagi generasi milenial, pergeseran peranan perempuan harus dimaknai dengan penuh tantangan dan harapan. Laki-laki dan perempuan harus hidup dalam kesetaraan baik dalam kemampuan maupun posisi struktural. Perubahan ini juga menciptakan tantangan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang holistic, integrative, dan mampu menyinergikan penanganan persoalan tersebut. Terakhir bagi para sosiolog, diharapkan mampu bersikap kritis serta mengembangkan penelitian yang bersifat antisipatif, responsif, dan sensitif terhadap perubahan-perubahan dalam bentuk pergeseran peranan perempuan di era milenial.