Yogyakarta, 10 Desember 2021─Institute of Governance and Public Affairs Magister Administrasi Publik atau IGPA MAP UGM, meluncurkan hasil diseminasi terbaru berupa buku pada Jumat (10/12). Peluncuran buku bertajuk “Menyoal Kerja Layak dan Adil dalam Ekonomi Gig di Indonesia” ini sekaligus menjadi pijakan baru bagi salah satu isu fokus IGPA MAP UGM yang sekarang, yaitu ekonomi digital, khususnya gig economy.
Resmi secara seremonial diluncurkan dengan sambutan dari Ely Susanto, buku terbitan IGPA Press ini terdiri atas dua bagian. Pada bab satu hingga lima, para penulis di bawah payung bagian pertama “Pengaruh Platform, Ekonomi Berbagi, dan Hubungan Kemitraan bagi Kelayakan & Keadilan Kerja Pengemudi Ojek Online” berusaha untuk mengulas secara spesifik kondisi kerja pengemudi ojek online. Buku setebal 224 halaman ini juga berusaha menjelaskan tentang kondisi para pekerja di industri kreatif dan pekerja gig non-platform pada bagian kedua bertajuk “Dampak Logika Pasar bagi Kerentanan Pekerja Kreatif, Musisi, dan Pekerja Garmen” yang membawahi bab enam hingga sepuluh.
Ari Hermawan, salah satu Editor dari buku ini, menyampaikan bahwa publikasi yang menekankan pada bentuk kerja yang adil ini penting guna mendorong perlindungan bagi pekerja gig agar pada masa yang akan datang tidak lagi mengalami eksploitasi dan alienasi. Pernyataan ini pun dipertegas oleh Amalinda Savirani selaku salah satu pembicara dalam sesi diskusi. Melalui materi bertajuk “Sejarah yang Berulang (atau Memang Tak Pernah Hilang?): Eksploitasi Pekerja dan Platform Kapitalisme” yang dibawakannya, Amalia melihat fenomena ekonomi gig ini sebagai sebuah kapitalisme baru. Sebagai contoh ril, Wisnu Widarto selaku pembicara kedua yang mewakili Serikat Ojol Indonesia, menceritakan kerentanan para mitra ojek online akibat adanya ruang kosong yang dimanfaatkan oleh perusahaan aplikasi.
Pemaparan dari para pembicara pun mendapatkan banyak tanggapan dari peserta, salah satunya Eko Heru Prasetyo. Dalam sesi tanya-jawab yang dipandu oleh Anindya Dessi, Eko berpendapat bahwa ekonomi gig merupakan suatu isu yang luas, sebab selama ini masyarakat Indonesia memang sudah hidup berdampingan dengan sektor informal. Berangkat dari pendapatnya tersebut, Eko mempertanyakan apakah dapat terjadi formalisasi pekerjaan informal pada era ekonomi gig saat ini.
Dari seluruh diskusi, Anindya menyimpulkan bahwa pergeseran sistem dan relasi kerja menjadi kemitraan membutuhkan kerja sama banyak pihak, mulai dari pemerintah, perusahaan, hingga para pekerja itu sendiri dalam bentuk solidaritas, guna mewujudkan pekerjaan yang layak. Buku dapat diunduh dari ugm.id/BukuEkonomiGig atau dengan klik pranala di biodata Instagram IGPA MAP UGM (@igpa.mapfisipolugm). (/hfz)