Bonus demografi saat ini menjadi salah satu topik perbincangan paling hangat di Indonesia. Betapa tidak, Indonesia digadang-gadang akan mengalami momentum bonus demografi, yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan signifikan jumlah usia produktif (15 – 64 tahun), pada tahun 2020 – 2030. Hal ini tentu bisa menjadi peluang tersendiri bagi pembangunan Indonesia, namun bila tidak ditangani dengan baik dapat berubah menjadi ancaman. Sinergi yang terjalin dengan baik antar-stakeholder kemudian dapat menjadi salah satu kunci dalam mengubah potensi ancaman menjadi peluang bonus demografi. Lebih lanjut pemuda sebagai bagian dari angkatan produktif merupakan aktor penting, dimana pemuda menjadi sasaran utama dalam isu bonus demografi.
Melalui kuliah umum dengan tajuk “Empowering Youth for Strenghtening Nation”, Martha Santoso Ismail selaku Indonesia’s Assistant Representative United Nations Population Fund (UNFPA) kemudian mencoba mengurai bagaimana UNFPA sebagai sebuah institusi mencoba menjadikan bonus demografi Indonesia sebagai sesuatu yang potensial diantara banyaknya tantangan yang dihadapi. Dimoderatori oleh Oki Rahadianto Sutopo, M.A., Ph.D., staf pengajar di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), kuliah umum dilangsungkan pada Kamis (19/10) di Auditorium Fisipol BB lantai 4. Selain itu turut hadir Unala, sebuah badan buatan UNFPA yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi ramah remaja di Yogyakarta.
UNFPA merupakan sebuah institusi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki fokus dalam kajian isu kependudukan, kesehatan reproduksi, serta kesetaraan gender. Dalam hal bonus demografi, hal-hal ini tentu saling pengaruh-mempengaruhi, utamanya pada aspek kependudukan. Mengenai potensi pemuda Indonesia, Martha menyebutkan bahwa saat ini terdapat sekitar 65 juta pemuda Indonesia atau setara dengan 33 persen dari total penduduk Indonesia. “Hal ini berarti satu pertiga populasi penduduk Indonesia terdiri dari pemuda,” kata Martha. Besarnya angka pemuda ini diproyeksikan akan membawa perubahan ekonomi dan sosial dalam 15 tahun ke depan.
Di sisi lain, Martha tidak menampik bahwa Indonesia juga mengalami berbagai tantangan yang dihadapi oleh kaum mudanya. Permasalahan tersebut misalnya saja adalah kekerasan terhadap perempuan, sunat perempuan (female genital mutilation/cutting), pernikahan anak di bawah umur, tingkat kehamilan remaja, HIV, kurangnya partisipasi pemuda sebagai pemain dalam isu pembangunan, dan lain-lain. Dalam isu kematian saat melahirkan misalnya, Martha menyebutkan bahwasanya tingkat kematian saat melahirkan (maternal mortality) di Indonesia masih tergolong tinggi. “Dalam kasus maternal mortality di Indonesia, 30 persen terjadi pada usia di bawah umur,” ungkapnya. Hal ini tentu menjadi ancaman serius yang dihadapi oleh generasi muda Indonesia saat ini.
Guna menanggulanginya serta menggapai peluang bonus demografi, UNFPA berusaha untuk mendukung (empower) pemuda dan perempuan. Hal ini salah satunya dimanifestasikan dalam UNFPA Framework for Youth and Adolescence (2013). Melalui kerangka tersebut, UNFPA menekankan pentingnya pengembangan kebijakan yang berdasar bukti (Evidence-based Advocacy for Comprehensive Policy and Program Development, Investment and Implementation), pentingnya pendidikan seksual komprehensif, pentingnya membangun kapasitas untuk pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk di dalamnya pencegahan, penanganan, dan perlindungan terhadap HIV, life skill education terkait hubungan yang sehat, saling menghormati, dan bertanggung jawab, membentuk inisiatif untuk merangkul remaja dan muda-mudi yang termarjinalisasi atau dalam kondisi yang tidak diuntungkan, utamanya perempuan, serta mempromosikan youth leadership dan partisipasi pemuda untuk terlibat dalam pengentasan permasalahan yang ada. Poin terakhir tersebut ditekankan oleh Martha sebagai salah satu strategi andalan yang digunakan oleh UNFPA.
Lebih lanjut, Martha turut berpesan pada para pemuda Indonesia. “Karena pemuda yang akan membentuk masa depan Indonesia, maka equipped yourself, empower yourself,” ujarnya. Hal ini bisa dalam bentuk memperkaya kemampuan kebahasaan, kemampuan komunikasi, tanggap terhadap pembaruan teknologi dan berita, pemberian penghargaan terhadap diri sendiri, maupun kemampuan lainnya. “Terakhir sebagai concluding remarks dari saya, untuk para pemuda, you are not only the future leader, you are already a leader now!” pungkasnya.