CANGCIMAN #2: Self Love VS Insecurity

Yogyakarta, 10 Agustus 2020—Jamaah Muslim Fisipol UGM kembali hadir dengan CANGCIMAN (changing better while charging iman) yang kedua pada Senin malam (10/8). Acara dengan tema “Self Love VS Insecurity” yang diselenggarakan melalui platform Whatsapp Group ini hanya terbuka untuk perempuan. Btari Aktrisa Yara, Alumni Psikologi UGM sekaligus Aktivis Dakwah, menjadi pembicara dalam diskusi kali ini. Acara dimulai pada pukul 20.00 WIB yang dimoderatori oleh Lina, Mahasiswa PSdK 2018.

Setelah memperkenalkan pembicara, moderator mempersilakan pembicara untuk memaparkan materi. Dalam pemaparannya, Btari menjelaskan keterkaitan antara insecurity dan self-love, namun terlebih dahulu beliau menerangkan mengenai definisi masing-masing. Menurutnya, insecurity atau rasa tidak aman ialah suatu bentuk emosi mendasar yang sangat membentuk citra diri dan memengaruhi perilaku kita. Sebuah survei menemukan bahwa 60% wanita mengalami pikiran yang menyakitkan atau kritis terhadap diri sendiri setidaknya setiap minggu.

Salah satu penyebab utama rasa insecure adalah critical inner voice atau suara batin yang kritis yang terjadi sejak masa lalu dan terbawa hingga sekarang memengaruhi kehidupan kita. Mengutip dari pernyataan Dr. Lisa Firestone, “Suara batin yang kritis (critical inner voice) terbentuk dari pengalaman hidup awal yang menyakitkan dimana kita menyaksikan atau mengalami sikap menyakitkan terhadap kita atau orang-orang yang dekat dengan kita. Saat kita tumbuh dewasa, kita secara tidak sadar mengadopsi dan mengintegrasikan pola pikiran yang merusak ini terhadap diri kita sendiri dan orang lain.”

Simpelnya, insecurity seringkali disebabkan oleh lontaran kalimat-kalimat tidak menyenangkan yang mungkin saja kita alami entah di keluarga, sekolah, lingkungan pekerjaan, pertemanan, dsb. “Tampak jelas bahwa ada banyak hal yang membentuk suara hati kritis kita, dari sikap negatif yang diarahkan kepada kita hingga sikap orang tua terhadap diri mereka sendiri,” ujar Btari. “Seiring bertambahnya usia, kita menginternalisasi sudut pandang ini sebagai milik kita. Kita menjaga sikap ini tetap hidup dengan percaya pada ketidakamanan saat kita menjalani hidup,” tambahnya.

Sedangkan self-love atau mencintai diri sendiri bukan sekadar keadaan merasa baik. Cinta diri adalah sebuah pilihan. Ini adalah cara berkomunikasi dengan diri sendiri yang melibatkan pemahaman tentang kehidupan tanpa menghakimi atau menghukum diri sendiri. Self-Love bisa juga diartikan bagaimana kita melihat dan memperlakukan diri kita. Jadi ini sebuah gerakan aktif bukan pasif.

Penelitian telah menunjukkan bahwa mencintai diri sendiri dikaitkan dengan pengurangan kecemasan dan depresi, pemulihan yang lebih baik dari stres, pandangan hidup yang lebih optimis, dan perubahan perilaku yang sehat. Btari bertutur bahwa mencintai diri sendiri membuat hidup lebih bahagia dan lebih sehat di setiap aspek kehidupan kita. “Hal ini dapat memengaruhi siapa yang kita pilih untuk menjadi pasangan hidup, karir masa depan, bagaimana mendidik anak-anak kelak, bagaimana berinteraksi dengan orang-orang di sekitar, dan bagaimana kita mengatasi masalah dalam kehidupan,” ungkapnya.

Kita mungkin kurang mencintai diri sendiri karena berbagai alasan atau kebiasaan. Bisa jadi karena tindakan orang-orang di sekitar, karena peristiwa traumatis dalam hidup, tidak memiliki teladan cinta diri yang baik, atau hanya karena cara berpikir yang kita praktikkan secara bawaan sudah salah. Namun, satu hal penting yang perlu diingat adalah bahwa harga diri yang rendah akibat kurangnya cinta diri bukanlah cerminan realitas yang akurat, melainkan cerminan persepsi kita terhadap realitas.

Dari materi yang sudah dipaparkan, terdapat hubungan antara insecure dengan self-love. Pasalnya, jika kita tidak/kurang bisa mencintai diri sendiri maka yang ada kita terus merasa insecure/tidak aman serta tidak bisa maksimal dalam setiap peran kita. Btari juga menyampaikan tips self-love agar tidak insecure, yaitu dengan menyadari perasaan kita, menerima perasaan tersebut, pikirkan perasaan kita dari perspektif orang lain, memaafkan diri, berani berkata tidak, dan berani meminta atau menerima bantuan dari orang lain. “Kita diciptakan hidup berdampingan, bermasyarakat, sebagai mahkluk sosial. Jadi jangan sungkan meminta ataupun menerima bantuan baik dari orang terdekat ataupun ke profesional untuk menyelesaikan permasalahan hidup dan lebih mencintai diri,” tutur Btari.

Btari menutup sesi materi dengan terjemahan QS Ar-Rad ayat 11 bahwa Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang mengubahnya. Bahwa kita diperintahkan untuk selalu berikhtiar, semua dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan, tidak ada yang sempurna, tapi tidak pantas juga makhlukNya yang paling sempurna (manusia) merasa insecure sedangkan nikmatNya sangat luas. “Mari terus belajar mencintai diri, memaksimalkan potensi, dan melejitkan kebermanfaatan dengan tidak insecure, tapi banyakin bersyukur,” pesan Btari.

Setelah selesai memaparkan materi oleh pembicara, moderator membuka sesi tanya-jawab. Akhirnya, diskusi selesai pada pukul 22.00 WIB. (/Wfr)