BEDAH BUKU PERLINDUNGAN SOSIAL DAN KLIENTELISME: MAKNA POLITIK BANTUAN TUNAI DALAM PEMILIHAN UMUM

Yogyakarta, 26 Mei 2014- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Uniersitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) dan Gadjah Mada University Press menggelar bedah buku yang bertajuk “Perlindungan Sosial dan Klientelisme: Makna Politik Bantuan Tunai dalam Pemilihan Umum” yang ditulis oleh Mulyadi Smarto, Ph.D. Buku yang ditulis oleh salah seorang dosen di Jurusan Pembangunan dan Kesejahteraan, UGM ini juga melibatkan tiga orang pembahas yang akan mereviu dan mengkritisi berdasarkan kapasitas dan pengalaman masing- masing pembahas. Adapaun tiga orang pembahas tersebut antara lain pertama, Prof. Edward Aspinall, Ph.D yakni guru besar Australian National University, Australia yang akan menyampaikan pembahasan dari perspektif teoritis klientelisme dan pemberian suara. Kedua, Kuskrido Ambardi, Ph.D yakni Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia sekaligus akademisi di Jurusan Ilmu Komunikasi, UGM yang akan mengkritisi dari kajian LSI atas popularitas calon presiden dan peranan program- program populis (termasuk program bantuan langsung tunai) dalam meningkatkan popularitas dan perolehan suara dalam pemilu. Dan ketiga, Ganjar Pranowo, S.H yakni Gubernur Jawa Tengah yang akan menyampaikan pembahasannya berdasarkan pengalaman PDIP dalam merespon pelaksanaan program BLT menjelang Pemilu 2009 dan isu obilisasi pemilih menggunakan program tersebut. Dalam buku ini, penulis memaparkan adanya transformasi rezim ksejahteraan (welfare regime) dan dalam waktu yang bersamaan digunakan sebagai respon atas proses demokratisasi di Indonesia. Transformasi welfare regime ditandai dengan peningkatan peran negara dalam distribusi perlindungan sosial untuk masyarakat miskin (Soemarto, 2011). Perlindungan sosial sebelum tahun 1998 diberikan hanya kepada pegawai negeri dan militer saja saat ini telah diberikan pula kepada seluruh segmen masyarakat tanpa terkecuali. Titik transformasi ini terjadi pada saat runtuhnya system pemerintahan terpusat- otoritarian, Orde Baru. Pasalnya pada saat itu pemerintah memulai distribusi perlindungan sosial dalam bentuk jaring pengaman sosial (JPS) kepada rumah tangga miskin. Salah satu program JPS yang dikelola pemerintah dibawah paying program penanggulangan kemiskinan yakni distribusi bantuan langsung tunai atau BLT dengan mekanisme pemberian uang tunai sebesar Rp 100.000,00 kepada setiap rumah tangga miskin yang diberikan perbulan. Uniknya, kebijakan ini dilakukan menjelang pemilu 2009. Tentu saja ini juga merupakan pembuktian dilain sisi bahwa calon presiden incumbent mengklaim program BLT bahwa program tersebut merupakan hasil kebaikannya dalam mobilisasi pemilih guna memenangkan pemilu. Hingga pada akhirnya mantan wakil presiden, Jusuf Kallapun menilai bahwa BLT merupakan alat untuk menegaskan legitimasi public atas pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memenangkan Pemilu 2009. Acara yang dipandu oleh Amalinda Savirani, S.IP, M.A yang juga dosen dari Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan ini memiliki empat tujuan yang meliputi, pertama, membahas aspek konseptual mengenai klientelisme, pemberian suara, dan perlindungan sosial. Kedua, menjelaskan praktik klientelisme dan pembelian suara menggunakan program prelindungan sosial di Indonesia. Ketiga, menguraikan pembelajaran yang bisa diperoleh dari praktik kasus klientelisme dan pembelian suara menggunakan program perlindungan sosial di negara- negara Amerika Latin untuk memahami masalah serupa di Indonesia. Dan kelima, membahas implikasi praktik pembelian suara menggunakan program perlindungan sosial dan bagaimana masa depan perlindungan sosial di Indonesia. read more