Yogyakarta, 8 November 2022–Center for Digital Society (CfDS UGM) berkolaborasi dengan Fairwork Indonesia dan Center for Innovation Policy and Governance (CIPD) mengadakan Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Diskusi Bersama Fairwork Indonesia: Kolaborasi untuk Dukung Kesejahteraan Pekerja Gig” pada Selasa (8/11). Dalam acara ini, dihadirkan Muhammad Fadh yang mewakili Gunawan Hutagalung, Plt. Direktur Pos, Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo); Yuli Adiratna, Direktur Bina Riksa Norma Ketenagakerjaan, Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker RI; dan Bram Hertasning yang mewakili Gede Pasek, Kepala Badan Kebijakan Transportasi.
Pekerja gig di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Bloomberg mencatat bahwa sepertiga dari 127 juta pekerja di Indonesia merupakan pekerja gig. Bersamaan dengan meningkatnya jumlah pekerja gig, muncul pula berbagai dampak, peluang, serta tantangan dalam ekonomi gig.
Pekerja gig yang merupakan freelance berbasis kontrak memberi kemudahan serta fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan. Namun, Yuli menyebutkan bahwa terdapat dampak negatif yang dibawa ekonomi gig, diantaranya adalah sulitnya memiliki jenjang karir yang baik, adanya potensi eksploitasi, hingga minimnya perlindungan pekerja serta bayaran yang kurang layak. Berangkat dari permasalahan tersebut, Yuli memaparkan beberapa hal penting dalam upaya melindungi pekerja gig. ”Tentu yang penting juga kolaborasi dan sinergi antar kementerian dan lembaga dalam perlindungan pekerja gig ini,” tukas Yuli.
Bram melanjutkan diskusi dengan memaparkan hasil survei mengenai dampak penerapan tarif baru bagi pengemudi ojek online. Meskipun tarif naik, pendapatan pengemudi ojek online hampir sama dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan pengemudi ojek online masih rendah. “Pengemudi juga belum memerhatikan faktor kelelahan yang berpengaruh terhadap keselamatan,” papar Bram.
Melalui hasil survei, terdapat beberapa poin yang direkomendasikan. Rekomendasi tersebut meliputi perlunya perhatian dan peran aktif dari operator terhadap kesejahteraan pengemudi. Selain itu, aspek keselamatan juga harus menjadi prioritas utama, terutama dengan risiko kecelakaan yang cukup tinggi. Terakhir, perlunya pengawasan terhadap kenaikan tarif ojek online demi keseimbangan pemenuhan kebutuhan pengguna jasa, pengemudi, dan aplikator.
Pekerja gig juga dapat ditemui dalam sektor layanan pos, terutama dengan masifnya penggunaan layanan tersebut dalam sektor e-commerce. Fadh mengatakan bahwa semakin masifnya penggunaan e-commerce menghadirkan fenomena free ongkir serta Cash on Delivery (COD). Kedua hal tersebut dapat memberi kerugian bagi penyelenggara pos. Selain itu, penggunaan autonomous vehicle juga dapat mendisrupsi pengaturan tarif.
Oleh karenanya, Kemkominfo telah melakukan berbagai upaya, seperti mendorong terciptanya perjanjian bisnis yang adil dan transparan hingga menyiapkan ketentuan terkait standar layanan pengiriman. “Kemkominfo juga perlu melakukan konsolidasi terkait pelaksanaan variasi tarif di era e-commerce,” ujar Fadh. (/tt)