Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar konferensi pers hasil temuan riset yang dilakukan. Kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu (13/12) ini mengambil tempat di Gedung BC lantai 2 Ruang BC 201, Fisipol UGM.
Penelitian ini memiliki tema besar tentang intensitas komunikasi virtual di dunia. Sebelumnya, CfDS telah melakukan riset serupa pada tahun 2015. “Tujuan kami adalah adanya database yang tiap dua tahun akan terus di-update terkait konektivitas negara dengan negara lainnya melalui sarana komunikasi virtual,” ungkap Viyasha Rahyaputra, SIP, research manager CfDS UGM.
Riset ini salah satunya memiliki output berupa “Indeks Komunikasi Virtual Dunia tahun 2017”. Indeks tersebut merepresentasikan intensitas komunikasi virtual negara-negara dalam tiga indikator utama, yaitu popularitas virtual, intensitas media sosial, dan intensitas situs web.
Indikator pertama, yaitu popularitas virtual dinilai berdasarkan popularitas “institusi negara” dan “kepala negara” melalui telusuran di Google, YouTube, dan Wikipedia. Data ini berasal dari hasil pencarian di Google dan YouTube serta jumlah kata yang tercuplik dalam Wikipedia.
Intensitas media sosial mengukur aktivitas kepala negara pada penggunaan media sosial yaitu Facebook dan Twitter. Data dirangkum dari jumlah friends, likes, posts, followers, maupun tweets. Selain itu, intensitas interaksi dalam dua platform tersebut juga menjadi penilaian riset.
Indikator terakhir, yaitu intensitas situs web, dinilai dari keaktifan situs web resmi pemerintah. Selain itu, komponen penting lainnya adalah jumlah pengunjung atau traffic dari situs web itu tersendiri.
Dari hasil olahan riset dan berdasar pada indikator yang ditetapkan, CfDS menemukan beberapa temuan penting. Pertama, ada peningkatan dalam menggunakan sarana komunikasi virtual oleh pemerintah di hampir seluruh negara di dunia. Hal ini didorong oleh meningkatnya penggunaan media sosial sebagai salah satu sarana komunikasi sosial.
Selain itu, pergantian kepala negara juga memiliki pengaruh pada penggunaan sarana komunikasi virtual dunia. Ini berlaku untuk kasus Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, dan Selandia Baru. CfDS juga menemukan bahwa Cina menjadi negara dengan exposure paling besar, baik di Google, YouTube maupun Wikipedia. Hal ini membuat Cina mengalahkan beberapa negara yang biasa mendominasi media sosial misalnya Amerika Serikat.
Kabar gembira datang dari Indonesia karena dinilai memiliki performa yang baik dalam konektivitas melalui sarana virtual. “Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan sarana komunikasi virtual. Pemanfaatannya pun cukup baik dalam implementasinya,” ujar Viyasha.
Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pengembangan masyarakat digital secara umum, baik dari pemerintah ataupun masyarakat. Indonesia berusaha menampilkan dirinya di dunia internasional melalui kanal-kanal pemerintah maupun kanal masyarakat. Keterlibatan masyarakat Indonesia dalam penggunaan sarana komunikasi virtual juga baik, hal ini ditunjukkan dengan penggunaan semua sarana internet oleh masyarakat.
Menurut CfDS, Indonesia dinilai memiliki optimisme yang baik dalam konteks pembangunan masyarakat digital. Akan tetapi, dampak langsung dari potensi besar ini agaknya belum terlalu dirasakan. (/fkm)