Menurut Erwan, ada beberapa pertimbangan yang diterapkan oleh KPU untuk memilih panelis antara lain adalah kesesuaian kompetensi dengan tema, setiap panelis dipilih karena dipandang sesuai dengan tema yang akan dibahas pada debat. Selain itu, netralitas panelis juga penting sekali karena harus bersih dari bias keberpihakan pada salah satu pasangan calon. KPU juga memastikan panelis juga bukan berasal dari tim sukses salah satu pasangan calon Presiden.
Secara keseluruhan, ada sembilan panelis yang ditunjuk oleh KPU. Sembilan panelis yang ditunjuk KPU ini bertugas merumuskan pertanyaan berdasarkan tema, sehingga ada empat grup panelis untuk membahas setiap tema. Erwan sendiri berada di grup topik Pemerintahan, bersama Valina Singka Subekti (pengajar Departemen Ilmu Politik Fisip UI), dan Dadang Tri Sasongko (Sekjen Transparency International Indonesia).
Persiapan perumusan pertanyaan Debat Pilpres juga terbilang ketat, dimana panelis harus mengikuti karantina selama seminggu di Jakarta. “Panelis harus bersedia untuk berkomitmen mengikuti seluruh rangkaian persiapan debat yang menyangkut perumusan pertanyaan debat. Selama dikarantina seminggu itu kami harus menunjukkan komitmen dan menjaga netralitas sebagai panelis,” papar Erwan yang juga merangkap sebagai pengajar departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (MKP).
Erwan menuturkan bahwa karantina panelis dimulai dengan FGD pada hari pertama. Pada sesi ini mereka berdiskusi dengan pakar-pakar yang diundang KPU untuk memperkaya ide-ide, menggali isu, serta mendengarkan concern dari berbagai pihak yang menggeluti 4 tema debat. Misalnya saja pada isu hubungan internasional diundang think-tank atau wadah pemikir CSIS (Center for Strategic and International Studies). Pada isu ideologi diundang pihak NU dan Muhammadiyah.
Setelah itu, panelis merumuskan dan mengerucutkan isu-isu penting untuk dibahas menjadi pertanyaan-pertanyaan yang tepat sasaran. Pertanyaan harus mampu mendorong setiap pasangan Capres untuk memaparkan visi misinya. Isu-isu penting yang dialami publik juga harus tersampaikan dalam pertanyaan, agar panelis bisa mengakomodir concern masyarakat.
“Tentu saja ini bukan pertanyaan untuk menguji mahasiswa, tapi untuk calon presiden RI, disaksikan oleh jutaan rakyat Indonesia. Sehingga pertanyaannya harus dirumuskan sedemikian rupa, agar mampu menggali visi misi dua calon presiden itu,” jelas Erwan.
Hari-hari setelahnya berfokus pada perumusan draft pertanyaan, namun hanya tiga pertanyaan saja yang akan dipilih melalui rapat pleno dengan seluruh anggota panelis. Pertanyaan harus dipastikan mudah dipahami, terukur, dan jelas maksudnya. Setelah disepakati tiga pertanyaan terpilih, moderator diundang untuk berlatih membaca dengan didengarkan oleh semua panelis.
Isu kerahasiaan konten pertanyaan tidak dapat dipungkiri menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan, lebih-lebih ketika proses ini melibatkan banyak pihak sekaligus. Oleh karena itu, setiap panelis dan moderator yang terlibat diwajibkan menandatangani Pakta Integritas.
“Tentunya semua itu ada penandatanganan Pakta Integritas, untuk mencegah adanya potensi membocorkan isi pertanyaan. Itu dilakukan pada hari kedua setelah FGD,” tegas Erwan.
Erwan juga menjelaskan bahwa setelah panelis menyepakati tiga pertanyaan dari masing-masing tema, panelis menyerahkan set pertanyaan yang sudah disegel. Untuk menjaga kerahasiaan, panelis sendiri yang mencetak pertanyaan, menempel pada Q-Card, dan menyegelnya ke dalam tiga amplop. Pada akhirnya terkumpul 12 amplop pertanyaan dari empat tema, panelis kemudian menyerahkan amplop tersegel tersebut ke KPU.
“Setelah itu di hadapan publik dilakukan proses pengundian soal mana yang diambil menjadi pertanyaan. Masing-masing undian tema diambil satu oleh perwakilan TKN-BPN, dan amplop terpilih itu dimasukkan ke kotak transparan dan disegel, dengan begitu tugas panelis sudah selesai. KPU yang akan membawa ke meja moderator untuk dibuka saat jam 8 acara Debat dimulai,” papar Erwan.
Terpilihnya Dekan Fisipol UGM sebagai panelis debat Capres Keempat ini menjadi kebanggaan bagi Universitas Gadjah Mada dan Fisipol UGM secara khusus. Keterlibatan akademisi dalam topik-topik pemerintahan memang sudah seharusnya dilakukan untuk memberikan wawasan netral dari segi keilmuan. Bagi Fisipol UGM sendiri, ini merupakan langkah Fisipol untuk berkontribusi mewakili public concern di bidang yang menjadi kajian-kajian inti Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
“Kita juga punya acara Talkhsow Bedah Program yang selama ini diadakan di Fisipol, kita punya cukup banyak aspirasi yang muncul. Sehingga ketika ditunjuk oleh KPU menjadi panelis, ini menjadi kesempatan penting untuk bisa menggunakan semua informasi dan pengetahuan yang kita miliki menjadi bermanfaat untuk kepentingan publik. Pertanyaan yang muncul juga bagaimana Capres menghadapi era revolusi industri 3.0. Saya rasa itu sangat Fisipol ya, karena kita punya Creative Hub dan Laboratorium Big Data, jadi ini sangat relevan sekali dengan Fisipol,” tutup Erwan yang ditemui di ruangannya di Fisipol UGM. (/csn)