
Yogyakarta, 25 September 2025─Dewan Mahasiswa (Dema) FISIPOL UGM kembali menyelenggarakan program tahunan Pekan Kesenian yang berlangsung pada 22–26 September 2025 di Taman Sansiro FISIPOL UGM. Tahun ini, Pekan Kesenian mengusung tema “Muara Ingatan Dengan Rupa dan Cara” sebagai ruang kolektif untuk mengingat dan mengekspresikan perlawanan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih menjadi luka bersama.
Naafi, penanggung jawab Pekan Kesenian 2025, menjelaskan bahwa kegiatan ini lahir dari kesadaran kolektif mahasiswa FISIPOL terhadap pentingnya menyediakan wadah berekspresi. “Kami ingin mengingatkan kembali bahwa pelanggaran HAM tidak boleh dilupakan. Ingatan itu bisa diwujudkan lewat rupa karya seni maupun cara berekspresi yang beragam,” ungkapnya ditemui dalam wawancara.
Rangkaian acara dimulai dengan pameran karya bertajuk Memori September yang menampilkan beragam medium seni, termasuk instalasi, lukisan, hingga karya tulis. Pameran ini menjadi pintu masuk untuk menghidupkan memori kolektif mengenai sejarah pelanggaran HAM di Indonesia. Selama tiga hari pertama, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi bedah buku, diskusi HAM, latihan kepenulisan, dan diskusi sastra.
Pada Kamis, 25 September 2025, panggung seni menghadirkan pertunjukan ketoprak sastra budaya dan teater selasar yang digarap bersama mahasiswa FIB dan FISIPOL. Malam puncak Pekan Kesenian akan ditutup dengan Friday Evening atau Frieve, sebuah panggung musik yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa lintas jurusan di FISIPOL untuk menampilkan karya mereka.
Salah satu karya yang menarik perhatian dalam pameran adalah instalasi seni berjudul Healing Lan Waspada karya Ibob Hariyatmoko. Karya ini menggambarkan proses penyembuhan yang lahir dari keberanian menatap luka secara jujur, namun sekaligus mengingatkan pentingnya kewaspadaan. “Tidak lengah terhadap pola lama yang bisa melukai kembali, tidak terperangkap dalam ilusi bahwa penyembuhan berarti pelupaan,” demikian narasi yang menyertai karya tersebut.
Lebih dari sekadar acara seni, Pekan Kesenian 2025 juga mencerminkan komitmen mahasiswa terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Melalui seni dan diskusi, kegiatan ini berupaya menumbuhkan budaya perdamaian, memperjuangkan keadilan, serta memperkuat kesadaran publik akan pentingnya menegakkan HAM di Indonesia. Dengan semangat kolektif, Pekan Kesenian 2025 menegaskan bahwa seni bukan hanya medium ekspresi, melainkan juga ruang perlawanan, ruang ingatan, dan ruang harapan. (/noor)