Yogyakarta, 28 Juli 2018—Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM) Fisipol UGM mengadakan Dialog Kebangsaan sebagai penutupan tahap cloning bagi para pesertanya. Dialog Kebangsaan ini dibuka untuk umum dan dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional, seperti Menteri Ketenagakaerjaan, M. Hanif Dhakiri, Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, Direktur Informasi Pasar Kerja, Roostiawati, Kadisnaketrans DIY Andung Prihadi, dan Kepala BLK Lembang Aan Subhan. Dialog Kebangsaan ini dilaksanakan di Auditorium Mandiri Fisipol UGM, Sabtu (28/7). Tema yang diusung pada Dialog Kebangsaan tersebut yaitu “Peran Sociopreneur dalam Mewujudkan Ketahanan Nasional. Tujuan utama dari acara ini agar efek positif dari program AKM tidak hanya dirasakan oleh peserta dan desa sasaran, tetapi juga masyarakat umum. Disampaikan oleh Dekan Fisipol UGM, Erwan Agus Purwanto, bahwa program AKM ini merupakan dukungan Fisipol UGM terhadap solusi-solusi permasalahan ekonomi Indonesia melalui gerakan sociopreneur. “Guna membekali mahasiswa agar terampil dalam berwirausaha, kami menyiapkan program inkubasi startup,” ujar Erwan saat membuka acara Dialog Kebangsaan.
Pada acara puncak dari cloning ini, AKM menghadirkan para pembicara tokoh nasional yang sudah berpengalaman sehingga diharapkan dapat memberikan wawasan baru kepada peserta dan dimoderatori oleh Muhammad Najib Azca selaku Dosen Fisipol UGM sekaligus pemerhati geliat perkembangan aktivitas kaum muda. Peserta Dialog Kebangsaan terdiri dari tiga peserta yakni 100 orang peserta AKM Batch 1, kemudian 100 orang tamu undangan dari berbagai komunitas atau kelompok usaha masyarakat, dan 100 orang peserta umum. Dialog Kebangsaan ini berjalan dengan konsep talk-show, dengan harapan pembicara yang dihadirkan di Dialog Kebangsaan ini juga berkesempatan untuk berdialektika antar satu pembicara dengan pembicara yang lain.
Pembicara pertama, Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo, menyampaikan arti penting kehadiran Sociopreneur dalam mewujudkan desa dandiri di tengah era disrupsi nasional. Hasto menekankan bahwa seluruh lapisan masyarakat harus memahami peluang-peluang yang disediakan di era disrupsi ini. ”Jangan hanya tenggelam dalam era disruption, tapi di era ini kita harus bisa memanfaatkan apa peluangnya. Kita kalau ada disruption, ya harus kreatif lah, daripada pesimis mending optimis, daripada kompetisi mending kolaborasi“ ujar Hasto. Sebagai contoh, Hasto menceritakan daerah Kulon Progo yang telah memanfaatkan peluang era disrupsi dengan menggalakkan wisata alam Kalibiru, dan memasarkan produk-produk Kulon Progo dengan merilis market place belabeliku.com. Hasto juga menyatakan dukungannya terhadap program AKM dengan menyatakan bahwa masyarakat desa membutuhkan mentor sebagai role model bagi mereka dalam mendorong kegiatan ekonomi.
Pembicara kedua adalah Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, yang menyatakan bahwa di era digital ini Sociopreneur sebagai alternatif karir dan akselerator produktivitas masyarakat desa. Hanif menekankan adanya perbedaan antara bisnis pada umumnya dengan kewirausahaan masyarakat. Kewirausahaan, ujarnya, bermotif non-ekonomi karena tujuannya adalah menolong masyarakat keluar dari permasalahan sosial. “Wirausaha sosial menyasar pada akar masalah, sehingga menghasilkan ide-ide solutif. Tentu saja karena tantangan di jaman sekarang ini adalah bagaimana masyarakat bisa berinovasi membentuk pekerjaan-pekerjaan baru,” papar Hanif. Selain itu, Hanif berpesan bahwa seorang wirausaha sosial harus memiliki keyakinan pada dua hal, pertama adalah kerja keras yang inovatif, kedua adalah pada kebaikan dan kebermanfaatan yang harus selalu disebarluaskan. Guna menghadapi era disruptif ini, Hanif mendorong para peserta AKM untuk berani berpikir out of the box dan bahkan outside the box agar bisa terus berinovasi dengan ide-ide kreatif. “Inovasi atau mati,” pungkas Hanif.
Pembicara ketiga adalah Budayawan dan Politikus Indonesia, Eros Djarot, yang memberikan pandangannya mengenai pentingnya berkreasi melalui wirausaha sosial dengan tetap sejalan dengan budaya Indonesia. Eros mengungkapkan apresiasinya kepada program AKM, bahwa semangat sociopreneur ini sebenarnya sudah ada sejak lama ada di Indonesia. Kepada semua peserta AKM dan seluruh hadirin Dialog Kebangsaan, Eros berpesan agar selalu ingat kepada cita-cita luhur kemerdekaan bangsa Indonesia. ”Inovasi adalah kata kunci, tetapi saya tekankan untuk setiap ide-ide inovasi yang ada harus tetap ada di dalam box cita-cita kenapa Indonesia merdeka. Ingatlah selalu apa tujuan Indonesia merdeka kalau kalian turun ke desa-desa melaksanakan program,“ pesan Eros. Selain itu, Eros juga secara tegas mengingatkan anak-anak muda untuk membaca buku-buku karya Soekarna, Hatta, Tan Malaka, dan Sutan Syahrir. ”Love is an ultimate weapon, lakukanlah program-programmu atas dasar cintamu kepada masyarakat dan bangsa Indonesia,“ tutup Eros pada acara Dialog Kebangsaan AKM hari itu.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM) merupakan program inovatif untuk membekali para sarjana menjadi penggerak sociopreneurship (kewirausahaan sosial) dengan pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni. Program AKM terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama, cloning, dilaksanakan pada 19-28 Juli 2018. Sebelum dimulainya masa inkubasi untuk para peserta, acara ini diawali dengan Studium Generale yang dihadiri oleh pembicara yang sudah berpengalaman di bidang sociopreneurship untuk memberikan pandangan secara umum mengenai dunia sociopreneur. Di tengah inkubasi, program AKM juga menjalankan pelatihan bela negara dengan TNI guna mempersiapkan jasmani serta rohani peserta untuk terjun langsung ke lapangan.
Setelah ditempa dalam tahap cloning, peserta akan mengikuti tahap selanjutnya, yakni deployment, yang mana peserta akan diterjunkan ke desa-desa yang menjadi target binaan para mitra AKM. Tahap ini berdurasi 1 tahun, sehingga diharapkan peserta mampu melakukan pemetaan masalah dan potensi desa serta mengaktivasi masyarakat lokal untuk merintis wirausaha bersama-sama. Dalam tahapan terakhir, comprehensive off-taker, AKM turut memberikan perhatian penuh terhadap pengembangan wirausaha yang berhasil dikembangkan melalui akses teknologi dan akses pasar. (/Sn)