Difussion #39: Integritas Iklan dan Kampanye Pilkada di Media Sosial

Yogyakarta, 20 Desember 2020—Center for Digital Society kembali menyelenggarakan program Difussion yang ke-39 pada Jumat (20/11). Pada kesempatan kali ini, CfDS mengangkat tema “Integritas Iklan dan Kampanye Pilkada di Media Sosial”. Janitra Haryanto dan Amelinda Pandu selaku Project Officer Divisi Riset CfDS menjadi pembicara pada acara kali ini. Acara berlangsung pada 15.30 WIB dan dimoderatori oleh Perdana Karim, Research Assistant CfDS.

Janitra, bersama Amel, mengaku, pada awal tahun sempat meneliti iklan dan kampanye politik di media sosial, khususnya terkait pilkada yang sebentar lagi akan digelar. Pada awal tahun 2020 hingga pertengahan tahun 2020, CfDS mengadakan penelitian untuk menyusun rekomendasi kebijakan terkait kampanye politik di media sosial. Penelitian dilakukan di tiga kota di Indonesia berdasarkan indeks kerawanan pemilu, yaitu DKI Jakarta, Yogyakarta dan Padang. Penelitian dilakukan dengan tinjauan regulasi terkait dan diskusi terpimpin (focus group discussion) bersama pemangku kebijakan terkait. Diantaranya adalah menghadirkan  akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, perwakilan KPU daerah & pusat, dan perwakilan Bawaslu daerah & pusat.

Dari penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa temuan terkait iklan kampanye di media sosial. Temuan tersebut diantaranya adalah periode menayangkan iklan kampanye dimana klan kampanye masih tayang di masa tenang. Durasi penayangan iklan kampanye yang diatur dengan kerangka ‘slot iklan’, yaitu dibatasi 30 detik per pasangan calon. Selain itu, juga adanya pelarangan iklan kampanye di media sosial. Menurut Janitra, larangan ini dikarenakan regulasi iklan kampanye yang cukup sulit di media sosial.

“Asumsi saya, mungkin daripada terlalu sulit untuk mengatur iklan kampanye ini mungkin lebih baik dilarang saja karena sebetulnya problem seperti ini menjadi permasalahan yang cukup pelik karena kita sedang berada di era COVID-19, pemerintah juga sangat mendukung social distancing, iklan kampanye politik di media sosial itu bisa jadi salah satu alternatif bagi pasangan calon untuk menyampaikan pesan kesannya kepada calon-calon pemilih,” ungkapnya.

Setelah Janitra membahas masalah dalam regulasi selama digelar iklan dan kampanye politik, Amel memaparkan rekomendasi terkait iklan kampanye di media sosial. Menyusul uji publik revisi PKPU no. 4/2017 yang dilaksanakan pada tanggal 11 September 2020, CfDS UGM merekomendasikan untuk tetap memperbolehkan penayangan iklan kampanye di media sosial. Di samping itu juga perlu diatur pelaksanaan iklan kampanye di media sosial secara lebih detail, terutama terkait:

  • Batas atas biaya iklan kampanye di media sosial per partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan/ tim kampanye
  • Transparansi biaya iklan kampanye di media sosial yang dikeluarkan oleh partai politik atau gabungan partai politik pasangan calon dan/ tim kampanye
  • Durasi iklan kampanye per partai politik atau gabungan partai politik, pasangan calon dan/ tim kampanye

 

Kemudian, terkait pengaturan implementasi sanksi bagi pelanggar peraturan KPU dan Bawaslu, CfDS merekomendasikan:

  • Meningkatkan penegakan sanksi terhadap pelaksana dan peserta kampanye yang melanggar peraturan KPU dan Bawaslu
  • Memastikan bahwa implikasi yang diakibatkan oleh sanksi yang dijatuhkan dapat menimbulkan efek jera
  • Mengupayakan pemberian sanksi administratif bagi pelanggar

 

Selanjutnya, CfDS juga merekomendasikan untuk revisi ketentuan mengenai iklan dan kampanye politik di media sosial. Selain itu, juga revisi ketentuan mengenai akun media sosial pelaksana dan peserta kampanye, serta penguatan pengawasan kampanye politik di media sosial. Namun, untuk saat ini pemerintah masih dalam tahap membenahi hal tersebut.

“Sudah ada usaha dari pemerintah dalam berbenah dalam hal ini, sekarang saatnya kita menunggu aja kira-kira perkembangan kedepannya akan seperti apa,” ujar Amel. Siaran ulang acara dapat dilihat pada channel Youtube CfDS. (/Wfr)