Korps Mahasiswa Politik Pemerintahan (KOMAP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), menggelar talkshow bertajuk “Digitalizing Nationality: Dinamika Digitalisasi Indonesia” sebagai bagian dari rangkaian gelaran tahunan, Polgov Days 2017. Kegiatan ini mengundang Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) Agus Susanto, bersama Prof. Dr. Henri Subiakto, Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dan Direktur PT Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, Ph.D menjadi pembicara.
Digitalisasi menjadi fenomena yang tidak terhindarkan di era globalisasi. Hal tersebut mendorong terjadinya perubahan yang cepat diberbagai sektor, termasuk terbentuknya lingkungan baru yang berbasis digital. “Bila tidak direspon dengan cepat dan tepat, seseorang bisa jadi tertinggal pada kompetisi yang makin kompleks” ujar Agus Susanto. Ia juga menyebutkan bahwa perubahan dan kompleksitas ini menyebabkan banyaknya kerancuan peraturan yang saling tumpang tindih. Agus menggarisbawahi bahwa selain terdapat perubahan perilaku sosial, pola cara kerja juga ikut bergeser, dimana terjadi konversi pegawai konvensional yang digantikan oleh pegawai digital. BPJS Ketenagakerjaan selaku penyedia layanan masyarakat Indonesia turut berupaya untuk tanggap terhadap perubahan tersebut, misalnya saja melalui berbagai inovasi digital yang diluncurkan.
Hal senada disampaikan oleh Henri Subiakto yang mengatakan bahwa manusia dan teknologi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Henri juga menyinggung permasalahan yang dapat muncul dari maraknya teknologi saat ini. “Misalnya saja bisa terjadi disruption dan juga cyber crime,” kata Guru Besar Universitas Airlangga ini. Kejahatan semacam ini tidak hanya menyerang para pengguna, namun juga sistem informasi dan teknologi (IT) itu sendiri, hal ini dibuktikan pada tahun 2016 terdapat setidaknya 50 juta serangan yang menyasar sistem IT di Indonesia. “Karena itu regulasi dibutuhkan, sehingga tidak terjadi disruption yang besar dan merugikan,” ungkap Henri.
Sedangkan Ismail Fahmi membahas hubungan antara demokrasi dengan teknologi digital. Ismail juga menyoroti peran masyarakat sipil yang menggunakan teknologi untuk penyampaian aspirasi demokrasi. Salah satu hal yang disayangkan oleh Ismail adalah masih banyaknya informasi pemerintah yang tertutup dan tidak dapat diakses oleh publik. Padahal, dengan mengetahui informasi tersebut publik dapat bersikap dengan lebih rasional terhadap suatu produk kebijakan pemerintah. Secara timbal balik, respon publik dapat menjadi sinyal bagi pemerintah mengenai dukungan ataupun ketidaksepakatan masyarakat. Pemanfaatan teknologi dalam penerapan demokrasi juga dapat dibentuk dengan membangun ruang dialektika di media sosial. Hal ini dapat menjadi medium transfer input dari masyarakat untuk para pejabat pemerintahan. “Karenanya, jadilah the connectors yang menyambungkan noise tersebut menjadi signal,” tutup Ismail.
Dilangsungkan di Auditorium Fisipol Gedung BB lantai 4, penonton yang hadir kebanyakan merupakan mahasiswa peserta dari Polgov Days 2017. Dengan bertemunya para mahasiswa dan para pembicara yang merupakan pemangku kebijakan dalam talkshow ini, diharapkan akan tercipta ruang penyampaian aspirasi yang bersifat dari bawah ke atas. Selain memberikan pertanyaan, para delegasi dari berbagai universitas di Indonesia ini juga membacakan saran kebijakan bagi pemerintah terkait isu digitalisasi.