Yogyakarta, 30 Mei 2024─Departemen Ilmu Komunikasi (DIKOM) Fisipol UGM berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia dalam menyelenggarakan Focus Group Discussion bertemakan Sustainable Quality Tourism. Diadakan pada Kamis (30/5) di BRIWork Fisipol UGM, FGD tersebut bertujuan untuk memetakan persepsi konsumen pariwisata dan pelaku industri pariwisata terkait sustainable quality tourism. Hal ini juga merupakan respons terhadap maraknya tren yang mengutamakan aspek keberlanjutan pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Lebih lanjut, konsep pariwisata berkelanjutan sendiri merupakan salah satu hal yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-8 tentang Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Dipandu oleh Lidwina Mutia Sadasri, Dosen DIKOM UGM, sesi pertama FGD diikuti oleh kelompok target konsumen pariwisata yang membagikan persepsi, pengalaman, dan preferensi mereka terkait dengan sustainability and quality tourism. Sebagian besar partisipan yang terdiri dari Generasi Z dan Y sepakat bahwa kualitas terletak pada aspek-aspek kultural, lokalitas, serta keasilan dari tempat wisata itu sendiri. “Bagiku, pariwisata yang berkualitas membutuhkan authenticity. Bagaimana kita bisa experience kulturnya, butuh keberlanjutan juga,” ungkap Maya, seorang mahasiswa pertukaran pelajar asal mancanegara. Partisipan lain juga menyebutkan bahwa adanya interaksi dengan komunitas lokal yang memberikan nilai tersendiri juga menjadi penunjang pariwisata yang berkualitas. Meskipun demikian, adanya interaksi dengan para turis bisa jadi memengaruhi perspektif komunitas lokal untuk memenuhi tuntutan dari para turis yang dapat membuat mereka abai terhadap kultur yang sudah dimiliki. Oleh karena itu, kemampuan komunitas lokal untuk tetap mempertahankan kultur mereka selagi menyambut para turis menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Diskusi dilanjutkan dengan topik mengenai media yang menjadi sumber informasi mengenai tempat wisata. Sebagian besar partisipan menggunakan media sosial TikTok untuk mengakses informasi mengenai tempat wisata. “Sekarang, konten singkat di TikTok sudah dapat membuatku ingin mengunjungi tempat wisata tersebut. Konten-konten di TikTok juga lebih simple ”, tukas Aldrin, mahasiswa sarjana Ilmu Komunikasi. Selain karena konten yang singkat, partisipan FGD juga merasa bahwa konten mengenai tempat wisata yang diunggah oleh akun-akun biasa umumnya dapat dipercaya. Meskipun sama-sama Generasi Z, Andy, salah seorang partisipan justru lebih memilih untuk mengakses informasi melalui laman blog atau rekomendasi dari orang yang dipercaya. Video-video dari kanal YouTube juga menjadi salah satu pilihan utama untuk mengakses informasi.
FGD kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua yang dipandu oleh Muhammad Sulhan, Direktur Digital Media and Communication Research Center (DECODE), dengan pelaku industri pariwisata sebagai partisipan. Pada sesi ini, para pelaku industri pariwisata diajak untuk berdiskusi soal implementasi konsep pariwisata berkelanjutan dalam aktivitas bisnis maupun komunitas mereka masing-masing hingga pengalaman kolaborasi dengan institusi-institusi pendukung. (/tt)