Diskusi Buku Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia : Kajian Awal bersama Forum Dekan Ilmu-ilmu Sosial (Fordekiis)

Yogyakarta, 14 Juni 2020 – Fisipol UGM bersama Forum Dekan Ilmu-ilmu Sosial (Fordekiis) mengadakan diskusi buku Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia : Kajian Awal Sabtu (13/6) pukul 08.00 hingga 11.00 WIB lalu. Diskusi yang berlangsung melalui Zoom Meeting tersebut dihadiri oleh jajaran dekan dari perguruan tinggi seluruh Indonesia yang tergabung dalam Fordekiis. Moderator dalam diskusi tersebut adalah Dr. Muryanto selaku Dekan Fisip Universitas Sumatra Utara.

Rangkaian acara dimulai dengan sambutan oleh Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto selaku Dekan Fisipol UGM yang menceritakan sekilas latar belakang penerbitan buku Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia : Kajian Awal, yang telah diluncurkan awal  Mei lalu. “Kami (penyusun buku) melihat dalam situasi krisis, banyak jurnal yang bersedia langsung mempublikasikan kajian tentang COVID-19, sehingga dapat dimanfaatkan,” terang Erwan tentang proses penyusunan  buku. Dilanjutkan sambutan oleh Ketua Fordekiis, Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si selaku Dekan Fisip Universitas Hasanuddin Makassar. Prof. Armin menyampaikan apresiasi dan selamat atas terbitnya buku tersebut.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh editor buku Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia : Kajian Awal yaitu Dr. Poppy S. Winanti dan Dr. Wawan Mas’udi. Poppy menceritakan bagaimana proses penulisan buku yang memakan waktu singkat, didorong keinginan untuk memunculkan kajian awal COVID-19 selain dari aspek medis. Secara ringkas, Poppy menjelaskan temuan dalam buku ini yaitu tentang adanya krisis tata kelola di samping krisis kesehatan. Selain itu, dibahas pula dalam buku ini respons dari berbagai pihak seperti pemerintah dan industri, juga membahas aspek komunikasi publik. Sistematika isi buku juga turut disampaikan pada jajaran dekan yang tergabung dalam diskusi. “Buku ini kamu susun dengan tujuan memberikan kontribusi nyata dari akademisi untuk penanganan COVID-19,” terang Poppy.

Dr. Wawan Mas’udi menambahkan pembahasan tentang kegagapan yang dialami tak hanya oleh pemerintah, tetapi juga ilmuwan dan akademisi karena tidak adanya penjelasan komprehensif tentang situasi pandemi. Kajian yang dirumuskan dalam buku ini memaparkan adanya empat aspek kapasitas negara dalam menangani pandemi, yaitu kebijakan tunggal dan fragmen, political leadership yang mampu meyakinkan publik, kelembagaan dan koordinasi antara pusat dengan daerah, serta ketersediaan dan kapasitas mobilisasi sumber daya. Keempat aspek tersebut dibahas dalam buku dan diharapkan dapat mendorong kebijakan yang lebih baik. Di samping itu, Wawan juga membahas adanya sisi gelap tatanan selama situasi pandemi, seperti kelemahan kebijakan penanganan, tata kelola sektor kesehatan yang tidak setara, terbukanya kelompok marjinal baru, serta karakteristik rezim yang tergagap krisis kemanusiaan. Kajian tentang skenario pasca COVID-19 juga dipaparkan sebagai proyeksi awal, yang mana COVID-19 mengubah relasi kemanusiaan, menguatkan kembali ikatan komunal dan nasionalisme, koreksi tatanan global governance, serta meluasnya solidaritas sosial di level berbagai level.

Sesi diskusi kemudian menampung berbagai tanggapan, saran, dan pertanyaan dari jajaran dekan. Beberapa diantaranya adalah Dr. Novie Pioh selaku Dekan Fisipol Universitas Sam Ratulangi Manado, yang menyampaikan tanggapan tentang pendekatan kultural. Menurut beliau, aspek tersebut kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat, mengingat karakteristik tiap daerah yang beragam. Kemudian Dr. Syarief Makhya, Dekan Fisip Universitas Lampung menyampaikan tentang politik anggaran yang belum dibahas dalam buku ini. Tanggapan juga datang dari Dr. Saladin Ghalib, MA selaku Dekan Fisip Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, menyoroti adanya pemimpin formal dan informal yang turut memengaruhi penanganan COVID-19, juga respons masyarakat yang patut dibahas lebih lanjut. Adapun Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc. dari Fisip Universitas Indonesia turut menanggapi tentang manajemen komunitas. Prof Erwan beserta jajaran editor dari Fisipol UGM kemudian menanggapi berbagai pandangan yang disampaikan. Diskusi berakhir setelah sesi tanya jawab dan berbagai tanggapan selesai. (/tr)