Yogyakarta, 29 Agustus 2019—Social Research Center (SOREC) Fisipol UGM mengadakan diskusi rutin bertajuk “Jeli Membaca Realitas Sosial Kekinian”. Dihadiri oleh puluhan mahasiswa Fisipol UGM, diskusi ini mengundang Iqbal Aji Daryono, seorang penulis kolom di berbagai media online, sebagai pembicara.
Diskusi yang berlokasi di Auditorium Mandiri Fisipol UGM ini dimoderatori oleh Sidiq Hari Madya, dosen sosiologi UGM. Menurut Sidiq, diskusi ini dilangsungkan guna membantu mahasiswa untuk meningkatkan kapasitas khususnya pada bidang penulisan. Iqbal memulai diskusi dengan mengatakan bahwa ide ada di semua tempat. Bahan dan materi untuk menghasilkan sebuah ide sangatlah melimpah. Entah itu dari realitas sosial hingga media sosial.
“Kesulitan menulis itu sebenarnya masalahnya cuma dua, yang pertama karena malas, yang kedua karena tidak ada ide. Padahal seperti yang saya ucapkan tadi, bahwa ide sebenarnya ada di mana-mana. Realitas atau objek atau materi atau fenomena itu bisa kita tangkap di mana pun,” kata Iqbal. Iqbal sendiri mengakui bahwa ia dilahirkan dari media sosial. Awalnya, Iqbal memulai menulis opini dan gagasan pada tahun 2014 melalui Facebook. Alasan ia memilih Facebook sebagai medium penulisan karena Facebook tidak membatasi jumlah karakternya.
Sebelumnya, Iqbal mulai bersentuhan dengan tulisan jurnalistik karena aktif di majalah kampus semasa ia kuliah. Setelah menulis di Facebook, Iqbal kemudian beralih menulis di laman mojok.co yang memang menerima kontributor. Iqbal menjelaskan bahwa esai populer cukup berbeda dengan tulisan akademis. Esai populer mengandalkan rasa, logika, sudut pandang dengan struktur tulisan yang bebas. Sementara itu, tulisan akademis berdasar pada referensi, teori, data, dan memiliki struktur yang baku.
Menurut Iqbal, mencari ide memang memiliki tantangannya tersendiri. Kita sebagai audiens dituntut untuk jeli membaca realitas sosial yang ada saat ini. “Setelah kita jeli dengan realitas yang ada, kita kemudian harus bisa mencari masalah atas sesuatu. Tantangannya adalah sudut pandang. Dalam setiap objek yang kita cermati, kita harus menentukan sudut pandang apa yang akan digunakan,” kata Iqbal.
Setelah itu Iqbal memaparkan 5 hal yang diperlukan untuk dapat menemukan ide. Pertama adalah menentukan objeknya. Lalu kita harus memiliki rasa penasaran mengenai objek tersebut. Setelah itu kita harus skeptis dengan meragukan semua hal dan menanyakan apakah itu benar atau tidak. Selain skeptis, kita juga harus kritis dan memiliki imajinasi.
Iqbal menjelaskan, semua orang bisa melihat tetapi tidak semua orang bisa mengamati. Pun tidak semua hal bisa dianggap penting oleh setiap orang. Dalam mencermati realitas, Iqbal memiliki caranya tersendiri. “Setelah melihat dan mengamati, kita harus mempertanyakan mengenai hal tersebut. Setelah itu, kita harus memaparkan lalu menggugat. Terakhir, kita harus bisa menawarkan alternatif sudut pandang,” jelas Iqbal.
Suatu realitas dapat berbeda-beda tergantung oleh siapa yang melihat realitas tersebut. Iqbal mencontohkan seperti supir truk. Di Indonesia, banyak yang menganggap bahwa pekerjaan sebagai supir truk adalah pekerjaan yang rendah dengan gaji yang kecil. Tetapi, di Australia, supir truk dianggap sebagai pekerjaan yang profesional dengan gaji yang cukup tinggi.
“Di Australia, bidang seperti ini tidak terpaut jauh dan tidak menimbulkan kesenjangan sosial. Berbeda dengan konstruksi sosial di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa suatu lanskap sosial masyarakat dipengaruhi oleh perihal ekonomi,” jelas Iqbal. Perbedaan realitas yang ada di Australia dan Indonesia tersebut memberikan Iqbal ide untuk menulis mengenai supir truk.
“Nah di situ ada peristiwa di mana saya terlibat, saya mengumpulkan fakta dan menyambungkan informasi lalu menciptakan satu kesatuan ide yang kritis,” kata Iqbal. Menurut Iqbal, proses belajar itu sesuatu yang kumulatif. Jika kita membaca suatu buku, kita tidak dapat ingat seluruhnya. Membaca kemudian menjadi sebentuk pengalaman, proses penguatan cara berpikir.
“Kita harus terus memperbanyak referensi-referensi kecil yang bisa terus kita koleksi melalui membaca. Melalui membaca kita dapat mengembangkan suatu ide tulisan dengan mencontoh pola yang sama. Ada proses belajar di situ,” kata Iqbal. Di akhir diskusi, Iqbal memberikan tips menulis yakni menulis di Facebook karena langsung bisa mendapatkan feedback.
“Belajar menulis di media sosial seperti Facebook itu penting. Karena langsung dapat tanggapan, kita bisa mengontrol kualitas tulisan kita. Selain itu, kita juga bisa melihat apa yang pembaca sukai dan tidak, tulisan mana yang ramai dan tidak, tulisan apa yang banyak didebat oleh pembaca, sehingga kita tahu dan belajar mengenai tulisan kita,” kata Iqbal. (/hsn).