Yogyakarta, 5 Januari 2022—Menanggapi isu pemanasan global yang disebabkan oleh emisi karbon, pemerintah berinovasi untuk meningkatkan penggunaan biofuel di masyarakat. Proses pengambilan sumber daya, pengolahan, hingga pemanfaatan biofuel tentunya melibatkan banyak pihak, termasuk aktor politik yang bermain. Hal ini melatarbelakangi workshop yang digelar sebagai salah satu rangkaian “Fisipol UGM X University of Tennessee Lecture Series” pada Rabu (4/1).
Workshop yang bertema “Politics of Biofuel” membahas mengenai permasalahan politik dalam pemanfaatan biofuel sebagai hasil pengamatan dari Dr. Paul K. Gellert asal University of Tennessee, Amerika Serikat. “Kebijakan biofuel memang bertujuan untuk mengurangi emisi karbon yang ditargetkan pada 2030, namun kita tidak dapat membantah bahwa produksi biofuel juga menyebabkan deforestasi. Itulah kenapa pemerintah membentuk alokasi hak produksi bagi beberapa pihak,” tutur Paul. Ia juga menjelaskan bahwa produksi biofuel yang memakan biaya tentunya mengambil banyak bagian dari subsidi negara. Sayangnya, subsidi inilah yang diinginkan oleh mayoritas korporasi, sehingga mereka berlomba-lomba mendapatkan alokasi hak produksi biofuel.
“Kebijakan peningkatan biofuel tentunya sangat menguntungkan bagi perusahaan besar, karena selain mendapat subsidi, perusahaan besar akan mendapatkan legitimasi dengan gelar berkontribusi terhadap misi pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. Padahal mereka juga mendapatkan keuntungan dari subsidi,” jelas Paul. Merujuk pada data yang dipaparkan Paul, semakin besar perusahaannya, maka semakin tinggi juga subsidi yang didapatkan. Masalah baru muncul ketika perusahaan dengan basis eksploitasi mendapatkan subsidi jauh lebih besar daripada perusahaan yang menawarkan pemulihan sumber daya kembali.
Gabungan program biofuel yang saat ini terjadi hanyalah antara pemerintah dan perusahaan produksi yang bersifat eksploitatif. Jika hal ini terus berlangsung, maka sumber daya kelapa sawit—yang mayoritas digunakan sebagai bahan dasar biofuel—akan menipis. Mengingat pemulihan sumber daya juga membutuhkan jangka waktu yang panjang. Workshop kolaborasi dengan University of Tennessee ini digelar secara luring di Fisipol dan disiarkan langsung melalui zoom meeting.
Mengakhiri materinya, Paul berharap kebijakan pemerintah terkait biofuel bisa mengedepankan kerja sama yang seimbang antara eksploitasi dan pemulihan sumber daya, sehingga keberlanjutan bisa diterapkan dari segi sumber daya maupun output dari biofuel. (/tsy)