Election Corner untuk Politik Programatik Pemilu 2024

Yogyakarta, 10 Oktober 2022 – Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM menghelat kegiatan Election Corner bertema “Mengembalikan Politik Programatik di Pemilu 2024” sebagai salah satu rangkaian dari Dies Natalis Fisipol ke-67 pada Senin (10/10). Kegiatan ini dilaksanakan secara bauran di Auditorium Mandiri Fisipol UGM dan Live streaming YouTube DPP UGM. 

Diskusi menghadirkan tokoh dari partai politik yang sebelumnya pernah menjadi alumnus dari UGM, yakni Hasto Kristiyanto dari PDI Perjuangan, Willy Aditya dari Partai NasDem, dan Kholid perwakilan dari Partai PKS.

“Demokrasi secara global sedang mengalami kontraksi yang luar biasa. Sehingga menjadi tugas bersama antara kampus dengan teman-teman yang ada di partai politik untuk menciptakan demokrasi yang semakin kuat dan berkualitas khususnya pada Pemilu 2024 serta mengarah pada politik programmatik,” ungkap Wawan Mas’udi dalam sambutannya.

Willy dalam prakatanya mengungkap bahwa pendekatan saintifik sangat penting dalam program partai politik. “Melalui ilmu pengetahuan revolusi digerakkan. Common virtue saat ini kita butuhkan. Tujuannya bukan hanya ideologi tapi bagaimana kita punya common virtue yang mempertimbangkan etik tiap daerah yang berbeda-beda.”

Politik programatik merupakan politik yang berbasis pada aspirasi masyarakat dan berbasis pada ide, program, serta ideologi. Bukan semata-mata politik berbasis transaksional, patronase, dan bentuk lainnya yang tidak sehat.

Sejalan dengan demokrasi global yang memanas, Indonesia juga menghadapi disrupsi seperti gambaran global krisis, adanya pandemi, serta melawan mafia-mafia dalam bangsa. Berkaitan dengan hal tersebut, Kholid mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia terjebak pada procedural demokrasi yang panjang dan banyak.

“Sedangkan substansialnya demokrasi meningkatkan income perkapita, meningkatkan human development index, equality, kebebasan dan lainnya mengalami kemunduran. Sehingga ini menjadi agenda besar kedepan, kita harus menemukan titik ekuilibrium,” ungkap Kholid.

Arsya, mahasiswa DPP UGM, sebagai penanggap mempertanyakan strategi konkrit dari partai terkait dilibatkannya anak muda untuk mendukung atau berpartisipasi dalam perpolitikan. 

“Dari representasi data, NasDem memiliki anggota DPR RI dengan anggota millennial dan perempuan terbanyak,” jelas Willy.

Sedangkan Hasto menjelaskan bahwa dukungan kaum muda perlu memiliki daya imajinasi di masa depan yang dinilai penting bagi Indonesia dalam tanggungjawab terhadap tatanan dunia yang baru.

“Kita perlu membangun kepemimpinan yang dimulai dari kampus. Inovasi dan riset perlu dikembangkan, oleh karena itulah berpolitik itu membumi, politik itu menyentuh peri kemanusiaan,” jelasnya.

Lebih lanjut Hasto juga menjelaskan bahwa kontribusi pemuda bukan pada jumlah namun kualitas, yang terpenting bukan sekedar menampilkan pemuda di kancah politik namun bagaimana pemuda dapat berkontribusi dalam perubahan yang membawa kemajuan dan progresif yang menguasai kreativitas, ilmu pengetahuan, dan ilmu digital. (/DT)