
Yogyakarta, 27 November 2021─Forum Olahraga Fisipol (FOF) berkolaborasi dengan Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP) dan Keluarga Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (KAPSTRA) UGM mengadakan Diskopol (Diskusi Olahraga Fisipol) Vol. 2 pada Sabtu (27/11). Tema yang diangkat adalah “Polemik Sepakbola Indonesia Kontemporer: Antara Olahraga, Sumber Laba, atau Pendongkrak Popularitas Semata”. Menghadirkan pembicara Hasani Abdulgani (Anggota Exco PSSI), Akmal Marhali (Pengamat Sepakbola), dan Aun Rahman (Pundit Box2Box Indonesia).
Diskusi membahas fenomena munculnya klub-klub baru sepak bola seperti Rans Cilegon FC milik Raffi Ahmad dan AHHA PS Pati milik Atta Halilintar bersama Putra Siregar. Menanggapi hal ini, Hasani menilai bahwa mereka tidak bertujuan mencari popularitas lewat sepak bola karena nama-nama tersebut sudah cukup populer di bidangnya.
Kendati demikian, apabila tujuannya adalah sumber laba atau profit oriented, terdapat kondisi di mana rata-rata klub khususnya Liga 1 belum menguntungkan. Apalagi tidak adanya income di masa pandemi kecuali dari subsidi PT LIB (Liga Indonesia Baru).
“Memang sepak bola ini adalah sebuah olahraga yang sangat populer di Indonesia dan saya tahu pemilik-pemilik baru yang punya nama besar itu adalah penggemar sepak bola, jadi paling tidak mereka ingin tahu bagaimana mengelola sepak bola,” ungkap Hasani.
Sementara itu, Akmal menanggapi bahwa munculnya klub-klub baru harus disambut dan direspon secara positif. Kita sudah punya modal bagus dari investor-investor baru yang namanya sangat populer, yang setidaknya bisa mengangkat citra sepak bola kedepannya. Permasalahannya adalah investor baru yang masuk masih lemah dalam hal sekuriti bisnis, bagaimana mengamankan potensi yang mereka miliki untuk kemudian merasa nyaman dengan industri yang ada saat ini.
“Saya khawatir misalnya tokoh-tokoh baru yang masuk ke sepak bola ini kapok karena tidak ada sekuriti bisnisnya, tidak ada panduan baku yang bisa dijadikan landasan dan pedoman untuk sebuah bisnis sepak bola,” tutur Akmal.
Akmal juga memberikan rekomendasi terhadap PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) agar para investor sepak bola bisa nyaman. Di antaranya perlu dibuat SOP (Standard Operational Procedure) yang jelas baik UU terkait bisnis ataupun perusahaan termasuk di dalamnya tentang football family. Selain itu juga perlu langkah-langkah konkrit dari PSSI untuk membuat aturan baku tentang pergantian nama atau rebranding.
Sedangkan Aun lebih menyoroti pada esensi klub sendiri. Ia mengatakan banyak pemilik klub lebih fokus membentuk tim bukan “klub”. Jika tim hanya berorientasi pada kemenangan, maka klub sudah berbicara struktur besar dan sistemik. Klub harus bisa sustainable karena langkah ke depan akan berpengaruh pada lapangan kerja dan perkembangan pemain.
“Saya melihat dari banyak klub baru belum semua di level membentuk klub, masih di level membentuk tim ‘yang penting masukin dulu pemainnya target lolos di Liga 1’ padahal pemilik baru ini membeli entitas klub bukan membuat tim,” kata Aun. (/Wfr)