Yogyakarta, 10 Maret 2023—Memasuki tahun politik, institusi pendidikan memainkan peran yang krusial dalam menyukseskan penyelenggaraan sekaligus pengawasan pemilu yang sehat dan inklusif. Topik ini menjadi salah satu bahasan utama di dalam agenda Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial (FORDEKIIS) PTN se-Indonesia pada Jumat (10/3) di Auditorium FISIPOL UGM. FORDEKIIS menghadirkan Komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty untuk mengawali diskusi yang berjudul “Mendorong Pemilu Programatik & Berintegritas”.
Lolly menyebutkan bahwa saat ini Bawaslu dihadapi berbagai tantangan, mulai dari netralitas penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu hingga potensi polarisasi di tengah masyarakat. Ia juga mengatakan bahwa sejatinya Bawaslu masih sangat terbatas sehingga dibutuhkan sebuah kolaborasi dan pengawasan partisipatif dari unsur masyarakat maupun perguruan tinggi. “Bawaslu sangat terbatas, tetapi kalau kita bisa berkolaborasi maka kita akan mampu melewati keterbatasan-keterbatasan itu,” sebut Lolly.
Dekan FISIP Universitas Negeri Semarang, Dr. Moh. Solehatul Mustofa mempertanyakan respons Bawaslu terhadap ancaman persatuan bangsa di era media sosial. Menurut Mustafa, nampaknya Bawaslu masih lemah dalam mengawasi arus informasi di media sosial.
Merespons pertanyaan Mustofa, Lolly menjelaskan bahwa Bawaslu telah melakukan beberapa terobosan untuk mengatasi persoalan seperti maraknya hoaks di media sosial. “Ternyata persoalannya karena standar komunitas setiap platform media berbeda dan itu tidak menemukan titik temu dengan Bawaslu. Maka hari ini kami duduk bareng, misalnya dengan TikTok sekarang sudah tahap akhir menyamakan soal standar komunitas. Mereka kami ajak buka juga undang-undang (nomor) 7 supaya mereka standar komunitasnya menyesuaikan dengan konteks Indonesia,” jelasnya.
Diskusi dilanjutkan dengan penuturan sejumlah dekan mengenai pengalaman pendidikan politik elektoral di kampusnya masing-masing. Salah satunya adalah Dekan Universitas Tanjungpura, Dr. Herlan yang menyebutkan bahwa selama ini kampusnya telah melibatkan mahasiswa dalam pengawasan pemilu melalui program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Melalui MBKM, ia menargetkan ada 1000 mahasiswa yang dapat menjadi mitra Bawaslu Sumatera Utara.
Senada dengan Herlan, dosen DPP UGM, Dr. Abdul Gaffar Karim mengatakan bahwa penting untuk mendekatkan universitas dengan Bawaslu maupun KPU. Ia setuju bahwa program MBKM dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dapat menjadi peluang besar untuk menjadikan mahasiswa tidak hanya sebagai pemilih tetapi juga sebagai aktor demokrasi yang partisipatif.
Pada penghujung acara, FORDEKIIS diharapkan dapat menjadi mitra strategis yang aktif berkolaborasi dengan Bawaslu. Dalam salah satu pemaparannya, Lolly Suhenti pun menyambut positif kemungkinan kolaborasi ini. (/gmb)