• Tentang UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • WebMail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Fisipol
    • Sambutan Dekan
    • Visi dan Misi
    • Struktur Fakultas
    • Sejarah
    • Departemen
      • Departemen Ilmu Hubungan Internasional
      • Departemen Ilmu Komunikasi
      • Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik
      • Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
      • Departemen Politik dan Pemerintahan
      • Departemen Sosiologi
    • Keterlibatan Internasional
    • Inovasi 4.0
    • Merchandise
      • Katalog Merchandise
      • Hubungi Kami
  • Akademik
    • Program
      • Sarjana (S1)
      • Magister (S2)
      • Doktoral (S3)
      • Immersion
      • International Undergraduate Program (IUP)
    • Sistem Penerimaan
      • Mahasiswa S1
      • Mahasiswa S2
      • Mahasiswa S3
      • Mahasiswa IUP
      • International Students
    • Akademik
      • Kalender
      • Penerimaan
  • Riset dan Publikasi
    • Direktori
    • Unit Riset dan Publikasi
  • Pendukung
    • Unit Pendukung
    • Materi Publikasi
    • Fasilitas
  • Informasi Publik
  • Beranda
  • Berita
  • Gelombang Populisme, Ancaman Bagi Demokrasi di Indonesia

Gelombang Populisme, Ancaman Bagi Demokrasi di Indonesia

  • Berita, PUB
  • 29 Oktober 2017, 08.12
  • Oleh: fisipol
  • 0

Institute of International Studies (IIS) kembali mengadakan diskusi bulanan yang bertajuk “Religious Populism in the United States and Indonesia” (27/10). Diskusi kali ini mengundang Robert W. Hefner (Direktur Institute on Culture, Religion, and World affairs, Boston University) sebagai pembicara utama.  

Penyebaran gerakan populis menjadi isu yang ramai diperbincangkan. Kemenangan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat merupakan pertanda meningkatnya gerakan populisme di negara Barat yang berpijak pada kebencian terhadap kaum imigran dan komunitas islam. Di Indonesia, populisme ini ditandai dengan adanya gerakan Aksi Bela Islam yang menuntut pemenjaraan mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok, atas tuduhan penistaan agama.

Robert W. Hefner mengatakan bahwa populisme dilatarbelakangi karena adanya krisis kewarganegaraan di seluruh dunia. Populisme sendiri merupakan wacana politik dalam gerakan sosial yang berkonsep pada “rakyat”, namun menempatkan kelompok penguasa sebagai lawan. Populisme mengembangkan wacana untuk menghilangkan pengaruh ekstern, sehingga menimbulkan sentimen “kelompok asli vs kelompok luar”, misal kelompok etnis maupun agama. Jika dibiarkan, populisme akan mengakibatkan mekanisme konstitusional termajinalkan.

Di Indonesia, ada tiga golongan masyarakat yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk menjadi seorang populis. Ketiga golongan tersebut antara lain, kelas menengah yang berpendidikan, namun tidak berhasil mencapai kelas sosial diatasnya; kelas menengah pada umumnya yang terkena dampak kegagalan politik ekonomi; dan golongan masyarakat kelas bawah yang tinggal dekat dengan masyarakat kaya, misal keadaan masyarakat kelas bawah di Jakarta.

Gelombang populisme menjadi ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Hal ini berdampak negatif pada pluralitas di masyarakat. Oleh karena itu, Robert mengajak masyarakat untuk bersama-sama melawan populisme. Ia mendorong masyarakat untuk berpegang pada nilai-nilai hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap orang. Kita tidak boleh membedakan individu berdasar suku, agama, ras maupun golongan. “Orang kristen, Cina, walaupun saya tidak setuju dengan komen-komen dia tentang Yahudi, dia akhirnya bagian dari saya. Sebagai orang Indonesia, bagian dari saya sebagai seorang manusia,” ujarnya dalam bahasa Indonesia. Rasa saling menghargai sesama manusia harus diutamakan untuk melawan populisme. Sebagai  individu kita juga sebaiknya berpegang pada norma-norma yang berlaku secara umum, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun norma di masyarakat. Terakhir, populisme dapat dilawan dengan memperbaiki cara pandang kita melihat pluralistik. Masyarakat Indonesia harus bangga menjadi orang Indonesia, sehingga dapat memperkuat identitas nasional, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Menutup diskusi yang berlangsung selama 2 jam, Robert W. Hefner berpesan untuk lebih saling mengenali satu sama lain. Ia merasa bahwa ajaran tentang toleransi bukanlah hal yang utama lagi. “I think, we have to see the sources of tolerance and I actually don’t even prefer the term tolerance, I prefer the term recognition, pluralist recognition,” paparnya. Dengan mengenali satu sama lain, kita bisa saling lebih menghargai.

Gelombang Populisme, Ancaman Bagi Demokrasi di Indonesia

Tags: fisipol fisipolugm ugm

Berita Terbaru

  • Wellness Center Fisipol UGM Kembali Adakan Pemeriksaan Rutin
  • Visitasi Lembaga Akreditasi Internasional FIBAA Batch 3 di FISIPOL UGM
  • FISIPOL UGM Diskusikan Posisi Demokrasi di Eropa di Tengah Bangkitnya Gerakan Populis
  • FISIPOL UGM Terima Kunjungan Alumni yang Menjadi Duta Besar RI
  • PSdK UGM Gelar Diskusi, Persoalkan Partisipasi Publik dalam Demokrasi
  • Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Gelar Diskusi dan Bedah Buku “Social Media and Politics in Southeast Asia
Universitas Gadjah Mada

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

Tentang Fisipol

  • Sambutan Dekan
  • Sejarah
  • Struktur Fakultas
  • Visi dan Misi
  • Departemen

Akademik

  • Kalender Akademik
  • Kalender Penerimaan
  • Program
  • Sistem Penerimaan
    • Informasi Publik

Riset Publikasi

  • Pendukung
  • Bookmark
  • Riset dan Publikasi
  • Materi Publikasi

Aktual

  • Berita
  • Agenda Fisipol
  • Informasi Umum
  • Pojok Fisipol
  • Photo Gallery
  • YouTube Channel

INFORMASI PUBLIK

  • Permohonan Informasi Publik
  • Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Informasi Wajib Berkala
  • Australia-Indonesia in Conversation (AIC)

© 2018 | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY