Apa anda adalah salah satu orang yang suka curhat atau marah-marah di sosial media? Mulai sekarang berhenti lakukan itu. Sekarang banyak perusahaan yang menggunakan media sosial sebagai rujukan untuk mengenali calon karyawannya. Jadi mulailah perbaiki konten media sosialmu dengan hal-hal yang berguna.
Melalui Career Preparation Class yang diadakan oleh Career Development Center (CDC) Fisipol UGM, Yudith Dwi Anggraeni membenarkan hal tersebut. Perempuan yang berprofesi sebagai Konsultan Human Resource Development Perseroan Terbatas (PT) Telkom Indonesia ini mengatakan bahwa media sosial menyimpan lebih banyak informasi dibandingkan Curriculum Vitae (CV). Hal ini dikarenakan media sosial lebih konsisten dalam merekam jejak informasi kita. Mulai dari informasi aktifitas, hobi, minat, bahkan sifat dan pola pikir kita bisa tergambar dalam media sosial. “Jadi mulai lihat media sosial anda seperti apa, kalau punya waktu luang hapus postingan yang tidak penting,” jelas alumnus Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM ini.
Menurut Yudith, ada delapan aspek penting yang sangat dipertimbangkan dalam proses rekrutmen. Di mana delapan hal ini bisa dilihat melalui aktivitas-aktivitas di media sosial. Pertama, team work, dalam dunia korporasi kita tidak akan bisa kerja sendiri. Oleh karena itu, kemampuan dan pengalaman kerja dalam kelompok menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Kedua, analytical and problem solving skill. Meskipun dituntut kerja dalam tim, kita juga tidak bisa mengandalkan orang lain dalam pekerjaan kita. Ketiga, personal management skill. “Dalam perusahaan kita harus tepat waktu, atasan tidak mau tahu apa alasan kita yang penting kerja kita tepat sesuai target yang ditentukan,” jelasnya.
Keempat, interpersonal effectiveness, dalam dunia kita harus bisa beradaptasi dengan siapa saja, baik itu atasan hingga rekan kerja. Kelima, computer or technical literacy. Untuk yang kelima ini, Yudith sudah tidak mempersoalkan karena kemampuan ini sudah pasti dikuasi oleh mahasiswa. Keenam, leadership or management skill, dalam hal ini kita harus mampu mengorganisir waktu dan sumber daya yang ada. “Ini karena nantinya atasanmu tidak selalu ada untukmu sehingga kapanpun kamu bisa saja dituntut mengambil keputusan dengan tepat,” jelasnya. Ketujuh, learning skill, kemampuan ini penting karena di dunia kerja kita harus mampu memahami pekerjaan dengan tepat. Bagi Yudith, kita memang tidak dituntut untuk mengerti semua hal, namun kita harus belajar banyak hal. Kedelapan, strong work value, dalam hal ini atasan sangat menyukai bawahan yang bisa bekerja dengan keras.
Melalui tampilan media sosial, delapan aspek ini bisa terdeteksi dengan cukup mudah. Meskipun demikian, Yudith tidak meniadakan pentingnya CV dan proses wawancara dalam mempertimbangkan calon karyawan. Sehingga kedua hal ini juga tidak serta-merta diabaikan. CV misalnya, usahakan jangan terlalu panjang, cukup 2 halaman saja. “Urutan juga harus diperhatikan, jika ingin melamar di perusahaan swasta urutan pertama adalah pengalaman kerja. Tapi kalau melawar menjadi dosen ataupun konsultan, jenjang pendidikan yang paling penting”, ujarnya. Sedangkan, dalam proses wawancara Yudith juga membagi beberapa hal penting. Salah satunya, perhatikan cultural fitness dimana hal ini tercermin dari baju, cara bicara, argumentasi, tatanan rambut dan make up, hingga gestur pada saat kita melakukan wawancara.
Di akhir pemaparannya, Yudith menekankan bahwa perusahaan tidak mencari orang-orang yang sempurna, tetapi orang yang dibutuhkan. Sehingga baik di media sosial, CV, maupun saat wawancara usahakan untuk berkata jujur. Jangan takut mengakui kelemahan, karena dengan memahami kelemahan kita juga akan paham cara untuk mengatasinya. (/ran)