Aksi koboi oleh anggota polisi berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) yang berdinas di Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti Polda DIY mendapat kecaman dari Jogja Police Watch (JPW). JPW menuntut pemecatan terhadap anggota polisi berinisial TI itu dan kaussnya dibawa ke ranah hukum.
Kabiro Humas JPW, Baharuddin Kumba mengutarakan, pihaknya mengecam adanya oknum polisi yang dinilai arogan dan bersikap seperti koboi, setelah menembaki pengendara yang lewat di depan rumahnya, di Puluhdadi, Seturan, Caturtunggal, Depok, Sleman. Ulah oknum polisi tersebut jelas sudah meresahkan warga sekitar dan bukan kali pertama dilakukan,” ujarnya, Minggu (17/5).
Melihat kasus itu, dengan tegas JPW menuntut polisi tersebut diproses secara hukum dan diberikan sanksi tegas yakni berupa pemecatan dengan tidak hormat.
“Kasus ini yang dapat merusak citra kepolisian. Sanksi efek tegas haruslah diberikan demi efek jera bagi oknum polisi yang arogan dan penegakan hukum yang berkeadilan,” tandas Kamba.
Jika kasus ini tidak sesegera dituntaskan , lanjutnya lagi, maka dikhawatirkan kasus serupa akan kembali terjadi. Untuk itu, pihak JPW siap menerima aduan dari masyarakat yang merasa terganggu oleh ulah oknum polisi koboi.
Sementara itu secara terpisah, Kabid Humas Polda DIY, menjelaskan kronologi kejadian berdasarkan keterangan AKP TI, yakni pada Jumat (15/5) sekitar pukul 20:30 ada mobil Colt bak terbuka melewati depan rumahnya dengan suara bising, saat itu sang sopir diceritakan menggeber mesin.
“Kebetulan anaknya baru sakit maka timbul emosi . Lantas mobil Colt tersebut ditembaki menggunakan airsoft gun sebanyak tiga kali,” jelas Anny.
Kriminolog yang juga dosen sosiologi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Suprapto, menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus tersebut penyidik harus mengetahui faktor penyebabnya. Ia menjelaskan bahwa selain sisi warga sebagai pelapor, harus ada pemeriksaan saksi-saksi yang lain. Ia menekankan bahwa tak cukup bila keterangan dari satu pihak saja.
“Kalau tindakan penyerangan akibat kebisingan, perlu diketahui apakah sebelumnya sudah ada peringatan atau rembugan tentang larangan kebisingan. Kalau memang ada larangan dan masih saja ada kebisingan memang sangat mungkin seseorang kehilangan saya berpikir rasional,” urainya.
Kendati demikian, Suprapto menekankan bahwa tindakan polisi yang main tembak menggunakan air soft gun tetap tidak dibenarkan. (dilansir dari Tribun Jogja, Senin 18/5, halaman 6)