YOGYAKARTA – Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung 1955, tidak bisa dipungkiri membawa dampak bagi hubungan negara Barat dan negara baru merdeka di belahan bumi selatan. Bahkan rekomendasi dari Dasasila Bandung menjadi cikal bakal berdirinya gerakan non blok telah berhasil mempengaruhi konstelasi politik dan keamanan internasional. Meski ide penyelenggaraan KAA dianggap sangat penting dalam penataaan hubungan internasional saat itu namun kajian akademis mengenai KAA sampai saat ini masih sangat minim.
Guru Besar Jurusan Hubungan Internasional Prof. Dr. Mochtar Mas’oed mengatakan semangat penyelenggraan Konferensi Asia Afrika merupakan bagian dari pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif yang dicetuskan oleh Muhammad Hatta pada September 1948 di Yogyakarta. Disayangkan belum banyak kajian akademis yang mendukung tentang penjelasan mengenai politik luar negeri bebas dan aktif tersebut. “Yang disampaikan Hatta itu jelas statement politik bukan hasil studi. Kita ingin ada perspsektif baru dalam pendidikan hubungan internasional kita yang selama ini condong ke Amerika,” kata Mochtar kepada wartawan, Senin (6/4).
Menurut Mochtar, mayoritas pendidikan ilmu hubungan internasional yang diterapkan di perguruan tinggi di Indonesia menganut konsep pendidikan yang diajarkan di negara Amerika Serikat. Menurutnya hal itu sudah sepatutnya diubah dengan mengembangkan pendidikan politik luar negeri yang sesuai perspektif politik dan budaya Indonesia. “Politik luar negeri kita dari sisi kajian akademik tebengakalai. Kita ingin seperti (alm) Prof. Sartono kartodirjo (Sejarawan UGM), melihat sejarah dari kacamata Indonesia,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Mochtar mengatakan pihaknya akan memperingati perayaan 60 tahun Konferensi Bandung 1955. Universitas Gadjah Mada da Universitas Queensland Australiamenyelenggarakan Bandung Conference and Beyond: Rethinking Internastional Order, Identity, security and Justice in a Post-Western World, pada 8-9 April di Balaisenat UGM. Sebanyak 52 makalah akan dipresentasikan para pembicara l dari berbagai negara meliputi Indonesia, Amerika Serikat, Jamaika, Belanda, Taiwan, Filipina, Sri Langka, Malaysia dan Jepang. Konferensi ini akan dibuka oleh Menteri Luar Negeri RI Retno L.P. Mardusi. Adapun beberapa pakar hubungan internasional yang diundang diantaranya Prof Amitav Acharya dari American University, Prof Ramakrishnan dari Universitas Jawaharlal Nehru India dan Prof. Andrew Phillips dari Universitas Queensland Australia.
(https://ugm.ac.id/id/berita/9894-kajian.akademik.mengenai.konferensi.asia.afrika.masih.minim?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter )