Departemen Hubungan Internasional Fisipol UGM bekerja sama dengan Global Engagement Office, Senin, 8 Mei 2017 kembali menggelar kegiatan kuliah umum. Menghadirkan dosen dari Universitas Glasglow, Dr. Philip Habel, mengangkat topik “Public Support (or Opposition) Toward Affirmative Action Policies in Brazil”. Topik tersebut berkaitan dengan hasil riset yang telah dilakukan oleh Habel, sehingga pada sesi kuliah umum kali ini ia ingin berbagi informasi sekaligus mendiskusikan temuannya.
Habel pada risetnya berfokus pada pengukuran sikap terhadap kasus affirmative action policies atau kebijakan yang diambil agar kelompok atau golongan tertentu memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Riset yang dilakukannya di perguruan tinggi negri di Brazil ini di latarbelakangi oleh adanya pertimbangan penggunaan ras ataupun etnis dalam penerimaan mahasiswa. Secara spesifik, universitas mengadopsi sistem kuota dimana diberikan oleh mahasiswa minoritas dengan ras Afro dan pribumi Brazil.
Pada presentasinya, Hasel mengungkapkan riset yang dilakukannya merupakan isu yang sangat sensitif. Meskipun sekarang sudah rezim demokrasi, akan tetapi diskriminasi masih ada. Pemerintah Brazil dengan sejarah di masa lalu dengan pembedaan ras dan diskriminasi, sehingga kemudian diadopsilah affirmative action policies pada tahun 2012. Kebijakan tersebut kemudian diaplikasikan pada pendaftaran pendidikan tinggi maupun penerimaan karyawan.
Membuat orang untuk membagi pandangan politiknya terhadap isu sensitif dengan jujur dan objek merasa tanpa tekanan untuk menjawab menjadi tantangan pada survei yang dilakukan Habel. Pada surveinya ia ingin melihat seberapa besar tingkat penerimaan publik terhadap affirmative action policies dengan memberikan kuota pada penerimaan murid perguruan tinggi. “Meskipun sulit, pengukuran tersebut perlu dilakukan. Orang-orang tidak mudah untuk memberikan opininya karena takut memperlihatkan prejudice” terangnya.
Sadar akan respon yang akan didapat dari para respondennya berupa social desireable bias, maka dibuatlah survei tersebut dengan dua model pertanyaan, yaitu pertanyaan langsungdan tidak langsung. Sebagian besar responden setuju terhadap affirmative action policies ketika diberikan pertanyaan secara langsung. Akan tetapi, ketika responden diberikan privasi serta kebebasan dengan pertanyaan tidak langsung berupa daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden, menunjukkan hasil yang berbeda. Melalui metode tidak langsung, tingkat persetujuan terhadap affirmative action policies itu tidak setinggi ketika responden diberikan pertanyaan secara langsung.
Dukungan publik terhadap affirmative action policies memang belum universal, terdapat berbagai perspektif serta latar belakang dari tiap individu untuk menyikapi hal tersebut. Selain itu, Habel menambahkan pemahaman serta pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan ini masih belum merata.
Pada sesi diskusi minggu ini, Habel akan mempresentasikan dua hasil riset selama dua hari. Bagi civitas akademika Fisipol UGM yang ingin berbagi informasi serta mendiskusikan risetnya lebih lanjut, ia dengan senang hati akan membuka kesempatan tersebut pada seminggu ini selama masih berada di Yogyakarta. (/di)