Keberagaman menjadi isu penting yang sering dibicarakan orang-orang. Diskriminasi, intimidasi, dan penekanan yang dilakukan oleh pihak satu kepada pihak lain, seringkali menimbulkan keprihatinan dan perhatian. Jogja dengan slogan “Berhati Nyaman” juga tidak terlepas dari masalah keberagaman ini. Perkelahian pelajar, diskriminasi terhadap agama lain, dan penekanan oleh sekelompok orang masih sering ditemui di Jogja. Nyatanya, pertemuan antar kebudayaan tidak selalu menghadirkan rasa toleransi. Melemahnya kohesivitas sosial masyarakat justru riskan terjadi jika dua perbedaan kebudayaan bertemu. Bukan hanya di Jogja, perbedaan juga masih sering menjadi masalah yang dialami masyarakat di berbagai penjuru Indonesia.
Dengan berakar dari masalah tersebut, Workshop Kampanye Kreatif Keberagaman 2017 diadakan sebagai salah satu rangkaian acara Kenduri Keberagaman yang diselenggarakan oleh Departemen Sosiologi. Dengan menggandeng Komunitas ketjilbergerak, acara ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar mengkampanyekan keberagaman secara kreatif. “Arahnya bagaimana keberagaman ini bukan hanya gagasan yang konseptual aja, tetapi bagaimana gagasan ini bisa dikampanyekan dengan cara-cara anak muda banget salah satunya dengan pendekatan seni.” tutur Aloysius Bram selaku koordinator acara. Karena terbuka untuk umum, peserta yang datang tidak hanya berasal dari Fisipol, tapi juga dari fakultas lain. Acara ini berlangsung sejak pukul 11.00-15.00 WIB dengan terbagi menjadi 3 sesi.
Pada sesi pertama, mahasiswa dibentuk menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 6-8 orang untuk melaksanakan Focus Grup Discussion. Tujuan dari FGD adalah untuk memunculkan poin-poin penting yang berkaitan dengan isu keberagaman dengan difasilitatori oleh 1 orang panitia di setiap kelompok. Sebelum membahas mengenai poin keberagaman, masing-masing anggota diminta untuk bercerita mengenai pengalaman keberagaman yang pernah dialami. Cerita tersebut menjadi bahan sharing dan diskusi sesama anggota kelompok. Dari cerita yang disampaikan, kelompok merumuskannya ke dalam beberapa poin keberagaman yang ditulis dalam selembar kertas manila putih. Setelah itu, masing-masing kelompok mempresentasikan poin keberagaman yang telah dirumuskan kepada kelompok lainnya. Poin yang telah dibuat kemudian dipilih untuk dijadikan ikrar keberagaman berdasar usulan masing-masing kelompok.
Dengan proses musyawarah, peserta sepakat memberi nama ikrar keberagaman dengan nama Ikrar Persatuan Pemuda Milenial. Terdapat 4 poin yang dicetuskan oleh masing-masing kelompok untuk dijadikan isi ikrar. Inti dari ikrar tersebut adalah bahwa pemuda-pemudi milenial akan memahami tunggal ika yang bineka, siap menjadikan keberagaman sebagai budaya populer, siap memperlakukan semua orang seperti keluarga tanpa pandang bulu, dan siap mendengar serta memahami orang lain. Empat poin inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan pembuatan kampanye kreatif yang dipraktikkan pada sesi 3.
Bentuk kampanye kreatif yang dibuat berupa seni wheat paste sebagai sebuah karya seni berbentuk gambar dalam beberapa kertas yang dipotong dan ditempel di atas papan triplek. Sebelum membuat kampanye, pada sesi 2 peserta diberi materi workhsop mengenai cara pembuatan wheat paste oleh Ismu Ismoyo dari Komunitas Kukomikan yang diundang oleh Ketjilbergerak. Setelah mendapat materi, peserta dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk menggambar wheat paste. Brief pembuatan kampanye adalah poin-poin yang tercantum dalam ikrar yang diwujudkan dalam bentuk gambar. Karena mempunyai ketentuan khusus, masing-masing kelompok melakukan brainstorming untuk menentukan gambar apa yang akan dibuat.
Kampanye kreatif ini merupakan kampanye yang diinisiasi oleh ketjilbergerak sebagai komunitas yang peduli terhadap isu-isu sosial, pendidikan, dan budaya dengan pendekatan seni. Invani selaku Program Manager ketjilbergerak mengapresiasi acara workshop kampanye kreatif ini. “Fisipol oke sih. Yang datang juga nggak cuma dari fakultas ini aja, jadi bagus,” tutur Vani. Ia berharap, bahwa ketjilbergerak dapat bekerjasama lagi dengan Fisipol untuk membuat acara yang lebih besar dan terbuka agar dapat diikuti oleh masyarakat umum. “Acara besar akan menjadi lebih masif, masif menjadi viral, dan akhirnya bisa mencapai orang yang lebih banyak.” imbuhnya.
Menurut Bram, pembuatan kampanye kreatif dengan bentuk wheat paste bukan kegiatan pertama kali yang dilakukan oleh ketjilbergerak. Beberapa media seni lainnya sering dibuat oleh ketjilbergerak untuk menyuarakan isu-isu sosial, pendidikan, dan budaya secara kreatif dan diminati oleh anak muda. ketjilbergerak juga sering membuat event yang bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk mengkampanyekan sebuah isu tertentu. Salah satu event yang pernah dibuat adalah event dengan bertema kebinekaan dengan nama Jogja Bineka yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam waktu 3 bulan. (ASA)