• Tentang UGM
  • Pusat IT
  • Perpustakaan
  • Riset
  • WebMail
  • DigiLib Center
  • Bahasa Indonesia
    • Bahasa Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Fisipol
    • Sambutan Dekan
    • Visi dan Misi
    • Struktur Fakultas
    • Sejarah
    • Departemen
      • Departemen Ilmu Hubungan Internasional
      • Departemen Ilmu Komunikasi
      • Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik
      • Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
      • Departemen Politik dan Pemerintahan
      • Departemen Sosiologi
    • Keterlibatan Internasional
    • Inovasi 4.0
    • Merchandise
      • Katalog Merchandise
      • Hubungi Kami
  • Akademik
    • Program
      • Sarjana (S1)
      • Magister (S2)
      • Doktoral (S3)
      • Immersion
      • International Undergraduate Program (IUP)
    • Sistem Penerimaan
      • Mahasiswa S1
      • Mahasiswa S2
      • Mahasiswa S3
      • Mahasiswa IUP
      • International Students
    • Akademik
      • Kalender
      • Penerimaan
  • Riset dan Publikasi
    • Direktori
    • Unit Riset dan Publikasi
  • Pendukung
    • Unit Pendukung
    • Materi Publikasi
    • Fasilitas
  • Informasi Publik
  • Beranda
  • Berita
  • Kapitalisme di Hulu dan Kekerasan Seksual di Hilir

Kapitalisme di Hulu dan Kekerasan Seksual di Hilir

  • Berita, PUB
  • 30 November 2017, 01.35
  • Oleh: fisipol
  • 0

Stratifikasi gender yang menempatkan laki-laki di atas perempuan memaparkannya pada bahaya kekerasan seksual. Linda Sudiono (Dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta) mengungkapkan juga bahwa bahaya ini berakar dari kapitalisme dalam diskusi bertajuk ‘Kampus, Relasi Kekuasaan, dan Kekerasan Seksual’, Selasa (28/11) di Lobby MAP, Fisipol Unit II, Sekip. Ia berpendapat kapitalisme memanfaatkan manusia dan kerjanya sebagai komoditas. Keadaan ini menimbulkan alienasi manusia lain sebagai kompetitor dan objek dalam persaingan.

“Manusia kehilangan kepribadiannya dan akan memperlakukan manusia lain dengan cara yang sama. Bisa jadi, para dosen yang melakukan kekerasan seksual merasa teralienasi, terasing dari dirinya. Rasa frustrasi yang timbul mendorongnya untuk melampiaskannya pada objek yang berada di bawah tanggung jawabnya. Objek yang lebih subordinat, dan itu adalah mahasiswanya,” tutur Linda terkait dengan beberapa kasus pelecehan seksual oleh para dosen.

Menurut Linda, perempuan mengalami ancaman kekerasan seksual hampir di segala sektor kehidupan publik maupun privat. “Misalnya, kita bisa melihat saat suami minta istri melahirkan, berdandan dengan cara tertentu, atau  menjaga sikap. Perempuan itu harus, harus, dan harus. Ada relasi kekuasaan di situ. Padahal sejarah membuktikan perempuan dan laki-laki itu setara.” Mengacu pada Engels, Linda mengatakan bahwa di masa primitif, kegiatan produktif dan reproduksi, yang kini disebut pembagian publik dan privat, bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan secara bersama. Tetapi, dengan modernisasi mode produksi, perempuan kehilangan kuasa di sektor produktif. “Akibatnya, tugas perempuan lebih diasosiasikan dengan ‘dapur, kasur, dan sumur’. Perempuan hanya menjadi milik suami atau ayahnya,” tutur Linda.

Selain itu, kekerasan seksual juga disebabkan oleh imaji-imaji seksual tentang perempuan. “Seperti yang saya amati di media mainstream maupun media sosial, perempuan yang menarik itu digambarkan sebagai perempuan yang penurut. Kepatuhan dianggap sebagai sumber atraksi seksual bagi laki-laki,” kata Linda. Negara juga mengajukan tuntutan kepatuhan misalnya untuk menjaga populasi, sehingga muncullah apa yang disebut dengan politik rahim.

Oleh karena itu, di dalam kampus pun mudah tercipta relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan terkait fungsi reproduksinya. “Kuasa dosen juga menjadi penting di sini karena mereka dapat menentukan hasil proses belajar mahasiswa-mahasiswanya. Penting bagi para mahasiswi untuk memiliki akses ke institusi untuk melaporkan kekerasan seksual yang menimpanya,” tutur Linda.

Nurul Kurniati dari organisasi Rifka Annisa memperkuat bukti bahwa ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan sangat terasa dan berasal dari hegemoni sistem patriarki. Sebagai konsuler hukum di bidang pendampingan, ia menyatakan “Sejak Januari hingga Oktober 2017, ada 243 kasus dan yang paling tinggi adalah kekerasan terhadap istri (KTI) atau lebih dikenal sebagai kekerasan dalam rumah tangga.” Pola yang sama juga tampak pada tahun 2016. Dari 325 kasus kekerasan terhadap perempuan, 216 di antaranya adalah kasus KTI. Kekerasan dalam pacaran (KDP) menempati peringkat kedua dengan 32 kasus.

Nurul menerangkan, dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi seperti keluarga ataupun universitas, Rifka Annisa tidak hanya memberikan perlindungan dan bantuan hukum maupun konseling kepada korban. “Pelaku juga kami berikan konseling dengan harapan akan ada perubahan sikap di masa depan,” ujar Nurul. Ia menyatakan bahwa dampak pada korban sangat signifikan, misalnya adanya rasa bersalah, sedih, merasa bertanggung jawab atas hal yang menimpa dirinya, menjadi tertutup, dan lain-lain.

Terkait dengan itu, Nurul dan Linda sama-sama mengajak para audiens untuk mendukung pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional. Salah satunya untuk merealisasikan Konvensi Internasional Menentang Diskriminasi terhadap Perempuan. Di samping itu, Nurul juga menekankan pentingnya memberikan pendidikan seksual kepada anak-anak sejak umur tiga tahun dan lebih lanjut saat mereka menginjak usia pubertas. (/KOP)

 

Kapitalisme di Hulu dan Kekerasan Seksual di Hilir

Tags: fisipol fisipolugm ugm

Berita Terbaru

  • Wellness Center Fisipol UGM Kembali Adakan Pemeriksaan Rutin
  • Visitasi Lembaga Akreditasi Internasional FIBAA Batch 3 di FISIPOL UGM
  • FISIPOL UGM Diskusikan Posisi Demokrasi di Eropa di Tengah Bangkitnya Gerakan Populis
  • FISIPOL UGM Terima Kunjungan Alumni yang Menjadi Duta Besar RI
  • PSdK UGM Gelar Diskusi, Persoalkan Partisipasi Publik dalam Demokrasi
  • Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM, Gelar Diskusi dan Bedah Buku “Social Media and Politics in Southeast Asia
Universitas Gadjah Mada

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
E: fisipol@ugm.ac.id
P: +62(274) 563362
F: +62(274) 551753

Tentang Fisipol

  • Sambutan Dekan
  • Sejarah
  • Struktur Fakultas
  • Visi dan Misi
  • Departemen

Akademik

  • Kalender Akademik
  • Kalender Penerimaan
  • Program
  • Sistem Penerimaan
    • Informasi Publik

Riset Publikasi

  • Pendukung
  • Bookmark
  • Riset dan Publikasi
  • Materi Publikasi

Aktual

  • Berita
  • Agenda Fisipol
  • Informasi Umum
  • Pojok Fisipol
  • Photo Gallery
  • YouTube Channel

INFORMASI PUBLIK

  • Permohonan Informasi Publik
  • Informasi Tersedia Setiap Saat
  • Informasi Wajib Berkala
  • Australia-Indonesia in Conversation (AIC)

© 2018 | FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY