
Program Kartu Prakerja yang digagas Presiden Joko Widodo sebagai respons terhadap lonjakan angka pengangguran saat pandemi, kini menghadapi ketidakpastian sejak awal 2025. Padahal, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pengangguran terbuka masih tinggi, mencapai 7,28 juta orang per awal 2025, dengan angka PHK mencapai 26.455 kasus.
Sejak diluncurkan pada 2020 hingga 2024, program ini telah membantu 18,9 juta penerima, termasuk 1,4 juta angkatan kerja di tahun 2024. Program ini memberikan pelatihan berbasis digital dan insentif finansial senilai total Rp4.200.000 per peserta, yang bertujuan mendorong keterampilan dan produktivitas pencari kerja.
Meski cukup efektif dalam menjangkau sasaran, program ini menghadapi berbagai tantangan seperti rendahnya literasi digital, keterbatasan akses internet, dan minimnya sosialisasi. Kini, keberlanjutan program ini diragukan setelah adanya rencana pengalihan pengelolaan ke Kementerian Ketenagakerjaan, yang ironisnya justru mengalami pemotongan anggaran hingga 57,1%.
Pemerintah dinilai belum menjadikan pengangguran sebagai prioritas kebijakan, padahal program Kartu Prakerja terbukti memberikan dampak positif dalam meningkatkan keterampilan dan daya saing angkatan kerja. Oleh karena itu, komitmen terhadap keberlanjutan program dan penciptaan lapangan kerja berkualitas perlu menjadi perhatian serius pemerintah ke depan.
Artikel lengkapnya dapat dibaca di sini.