Salah satu semangat Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM untuk berkontribusi dalam pencapaian sustainable development (pembangunan berkelanjutan) dilakukan melalui pelaksanaan agenda penelitian melalui kolaborasi antar stakeholder, seperti dengan berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah, dan tidak terkecuali juga antar universitas. Dalam acara Research Forum on Transdisciplinary Research for Sustainable Development yang diselanggarakan oleh Global Engagement Office (GEO) FISIPOL UGM bersama dengan Departemen Ilmu Komunikasi menghadirkan Elske van de Fliert dari University of Queensland sebagai pembicara forum untuk membahas riset transdisipliner dengan diikuti oleh dosen dari berbagai departemen dan pusat kajian FISIPOL UGM, Senin (22/1).
Elske menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara riset interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner. Walaupun diantaranya memiliki benang merah yang sama yaitu riset yang dilakukan oleh lebih dari satu disiplin, namun ketiganya memiliki perbedaan yang mendasar. Pertama, riset interdisipliner cenderung memiliki spektrum lebih sempit. Riset tersebut mengintegrasikan konsep dari satu atau dua disiplin untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang termasuk dalam lebih dari satu cakupan disiplin, melintasi batas antar disiplin akademik, dan mengombinasikan berbagai metode dan asumsi dari setiap disiplin.
Selanjutnya, riset multidisipliner merupakan riset yang menggunakan pendekatan dari berbagai rentang disiplin, namun ruang bahasan dari setiap disiplin akan tetap bekerja secara independen. Hal itu disebut oleh Elske sebagai riset yang memiliki karakter mutual dan kumulatif, namun tidak interaktif. Terakhir, riset transdisipliner yang saling berkaitan antar satu disiplin dengan disiplin lain secara integral untuk menciptakan sebuah pendekatan yang holistik. Riset transdisipliner cenderung mencampurkan metode dan asumsi antar disiplin untuk membuat sebuah metodologi baru, dimana kesimpulan dari riset tersebut akan saling berhubungan dengan satu disiplin yang ikut serta memperhitungkan dampak dari disiplin lainnya. “Kombinasi antar partner merupakan kebutuhan yang mendasar dalam transdisipliner untuk mencapai tujuan berkelanjutan,” ujar Elske yang memberikan penekanan terhadap pentingnya kolaborasi dalam pelaksanaan riset sosial.
“Kerangka riset transdisipliner mampu menciptakan jangkauan multi dimensi bukan saja dari bidang sosial namun juga melingkupi bidang ekonomi sampai lingkungan, peningkatan kapasitas individu, mata pencaharian, dan sumber daya manusia,” terang Elske. Oleh karena itu, agar mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dibutuhkan kerangka riset yang komprehensif, meliputi dimensi pengetahuan dan teknologi, model pembangunan yang tepat dan berjangkau, sistem pembangunan yang memberikan pembelajaran, inovasi, sarana dan prasarana, infrastruktur, dan pengaruhnya. Forum riset tersebut juga menjadi momentum untuk menjembatani kolaborasi lebih jauh berbagai program dan agenda yang dimiliki oleh departemen dan pusat studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dengan partner stakeholder yang lainnya secara mutual. “Rencana kolaborasi yang dilakukan oleh pusat studi dan departemen di Fisipol, yang salah satunya dilakukan dengan University of Queensland diharapkan mampu mencapai tujuan dengan lingkup yang lebih luas,” tambah Elske.
Dalam diskusi yang berjalan, Dian Fatmawati, Excecutive Secretary ASEAN Studies Center FISIPOL UGM mengungkapkan bahwa FISIPOL telah mampu memberikan implementasi nyata untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui Digital Creative Hub dan Digital Libary (DigiLib). Sejalan dengan Dian, Elske menambahkan bahwa hal tersebut merupakan awal yang bagus untuk menciptakan kolaborasi yang nyata dengan berbagai partner, hanya saja untuk tetap menjaga berbagai program yang telah diinisiasikan menjadi salah satu pekerjaan rumah utama agar dampak dan implementasi tersebut dapat berjalan secara berkelanjutan.